KEPUASAN
KERJA DALAM ORGANISASI
Makalah
ini disusun untuk memenuhi Ujian Tengah Semester mata kuliah Keorganisasian
Dosen
Pengampu : Saliman, M.Pd
Disusun
Oleh:
Nuraini
Juliati 14416241050
PENDIDIKAN
ILMU PENGETAHUAN SOSIAL/A
FAKULTAS
ILMU SOSIAL
UNIVERSITAS
NEGERI YOGYAKARTA
2015
BAB
I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Dalam
sebuah organisasi terdapat unsur, struktur dan komponen pendukung yang
digunakan untuk memperkuat, menjalankan, dan mempertahankan sebuah organisasi.
Salah satu komponen organisasi ialah kepuasaan kerja dalam organisasi. Maka
dari itu seorang atasan organisasi harus memimpin dan memperlakukan pegawai
dengan baik untuk mengurangi dampak negatif yang terjadi pada organisasi.
Selain itu dari sesama anggota organisasi harus lebih terbuka dengan yang lain
karena dimungkinkan bahwa organisasi dapat beranggotakan dari berbagai bidang
dan lapisan masyarakat, yang dapat menimbulkan sebuah pertentangan apabila
terjadi sebuah masalah.
Kepuasan
kerja adalah sikap seseorang terhadap pekerjaan mereka. Hal tersebut dihasilkan
dari persepsi mereka mengenai pekerjaan mereka dan tingkat kesesuaian antara
individu dan organisasi. Salah satu persoalan yang paling banyak diperdebatkan
dan kontroversial dalam studi kepuasan kerja adalah hubungan antara kepuasan
kerja dengan kinerja pekerjaan atau efektivitas. Tiga pandangan umum mengenai
hubungan ini yaitu (1) kepuasan kerja berpengaruh pada kinerja pekerjaan, (2)
kinerja pekerjaan berpengaruh pada kepuasan kerja, dan (3) hubungan kepuasan
kerja – kinerja pekerjaan diperantarai oleh variabel lain seperti penghargaan.
Pada
umumnya pandangan ini menyatakan bahwa penghargaan yang diterima seseorang
sebagai akibat berkinerja baik, serta sejauh mana penghargaan tersebut dianggap
sesuai dan berarti. Ini berarti, jika seorang karyawaan dihargai untuk
kinerjanya yang baik dan jika penghargaan tersebut dianggap adil oleh sang
karyawan, maka kepuasan kerja akan meningkat. Hal ini pada akhirnya akan
memiliki efek yang positif terhadap kinerja.
B.
Rumusan Masalah
1.
Apa itu yang dimaksud dengan Kepuasan
Kerja ?
2.
Mengapa kepuasan kerja penting di dalam
organisasi ?
3.
Bagaimana mengukur kepuasan kerja dalam
organisasi ?
4.
Apa efek kepuasan kerja karyawan
terhadap performa karyawan ?
5.
Bagaimana hubungan komunikasi organisasi
terhadap kepuasan kerja ?
C.
Tujuan
1.
Mengetahui pengertian kepuasan kerja.
2.
Mengetahui pentingnya kepuasan kerja di
dalam organisasi.
3.
Mengetahui caranya mengukur kepuasan
kerja dalam organisasi.
4.
Mengetahui efek kepuasan kerja karyawan
terhadap performa karyawan.
5.
Mengetahui hubungan komunikasi
organisasi terhadap kepuasan kerja.
BAB
II
PEMBAHASAN
KEPUASAN
KERJA DALAM ORGANISASI
A.
Hakikat Kepuasan Kerja
Kepuasan
kerja adalah seperangkat perasaan pegawai tentang menyenangkan atau tidaknya
pekerjaan mereka. Dalam organisasi, ia membawa seperangkat keinginan,
kebutuhan, hasrat, dan pengalaman masa lalu yang menyatu membentuk harapan
kerja. Kepuasan kerja menunjukkan kesesuaian antara harapan seseorang yang
timbul dan imbalan yang disediakan pekerjaan, kepuasan kerja juga berkaitan
erat dengan teori keadilan, perjanjian spikologis, dan motivasi. Kepuasan kerja
umumnya mengacu pada sikap seorang pegawai dan kepuasan kerja bersifat dinamik.
(Davis Keith & Newstrom John W, 1985: 105)
Menurut
Hackman and Lawler (1971) Studi – studi tentang pentingnya perbedaan
karakteristik pekerjaan menemukan secara konsisten bahwa sifat pekerjaan itu
sendiri adalah determinan utama dari kepuasan kerja. Beberapa studi terakhir telah
berusaha mengidentifisir dimensi – dimensi penting dari materi pekerjaan dan
mengetahui bagaimana kepuasan pekerja ditentukan bersama – sama oleh materi
pekerjaan dan sifat – sifat individu.
Teori – Teori Kepuasan
Kerja
1.
Teori ketidaksesuaian
Menurut
Locke (1969), kepuasan atau ketidakpuasan dengan sejumlah aspek pekerjaan
tergantung pada selisih (discrepancy) antara apa yang telah dianggap,
didapatkan, dengan apa yang diinginkan. Seseorang akan terpuaskan jika tidak ada selisih antara kondisi –
kondisi yang diinginkan dengan kondisi – kondisi aktual. Porter (1961) jugan
berpendapat bahwa kepuasan sebagai selisih dari banyaknya sesuatu yang
“seharusnya ada” dengan banyaknya “apa yang ada”.
2.
Teori keadilan (equity theory)
Menurut
Adam (1963) teori ini merupakan variasi dari teori proses perbandingan sosial.
Komponen utama dari teori ini adalah input, hasil, orang bandingan, dan
keadilan dan ketidakadilan. Input adalah sesuatu yang bernilai bagi seseorang
yang dianggap mendukung pekerjaannya (misal: pendidikan, pengalaman, kecakapan,
dll). Hasil adalah seauatu yang dianggap bernilai oleh seorang pekerja yang
diperoleh dari pekerjaannya (misal: upah/gaji, keuntungan sampingan, simbol
status, penghargaan, dll). Teori keadilan memiliki implikasi terhadap
pelaksaaan kerja para pekerja di samping terhadap kepuasan kerja.
3.
Teori dua faktor
Teori
ini menyatakan bahwa kepuasan kerja secara kualitatif berbeda dengan
ketidakpuasaan kerja (Herzberg, 1966, Mausner and Snyderman, 1959). Menurut
teori ini, karakteristik pekerjaan dapat dikelompokkan menjadi dua kategori
yaitu “disatisfiers atau hygiene factors” dan “satisfiers atau motivators”. Hygiene
factors meliputi hal – hal seperti gaji/upah, pengawasan, hubungan antar
pribadi, kondisi kerja, dan status, yang diperlukan untuk memenuhi dorongan
biologisnya. Sedangkan Satisfiers adalah karakteristik pekerjaan yang relevan
dengan kebutuhan – kebutuhan urutan lebih tinggi seseorang serta perkembangan
psikologisnya, mencakup pekerjaan yang menarik penuh tantangan, kesempatan
untuk berprestasi, penghargaan dan promosi. Dalam teori dua faktor, terdapat
dua kontinum yang berbeda, yang satu untuk kepuasan dan yang lain untuk
ketidakpuasan. (Wexley Kenneth N & Yuki Gary A, 2003: 130 – 137)
Faktor – Faktor Penentu
Kepuasan Kerja, yaitu sebagai berikut:
1.
Imbalan
Jumlah
pembayaran yang diterima dan tingkat kesesuaian antara pembayaran tersebut
dengan pekerjaan yang dilakukan,
2.
Pekerjaan itu sendiri
Sejauh
mana pekerjaan dianggap menarik, menyediakan kesempatan untuk belajar, dan
memberikan tanggung jawab,
3.
Peluang promosi
Ketersediaan
untuk maju,
4.
Supervisi
Kompetensi
teknisi dan keterampilan interpersonal dari atasan langsung,
5.
Rekan kerja
Sejauh
mana rekan kerja bersahabat, kompeten, dan memberikan dukungan,
6.
Kondisi pekerjaan
Sejauh
mana lingkungan kerja fisik memberikan kenyamanan dan mendukung produktivitas,
7.
Keamanan pekerjaan
Keyakinan
bahwa posisi seseorang relatif aman dan ada peluang untuk dapat terus bekerja
dalam organisasi. (Ivancevich John M dkk, 2005: 90)
B.
Pentingnya Kepuasan Kerja
1.
Tingkat kepuasan kerja
Banyak
terjadi perubahan sosialyang menimbulkan pernyataan luas bahwa kepuasan kerja
sangat menurun. Namun harapan karyawan secara dramatis meningkat. Corak tenaga
kerja berubah ketika orang muda, wanita, dan golongan minoritas mencri
pekerjaan. Meskipun harapan tenaga kerja menigkat, kualitas praktek manajemen
juga meningkat, sehingga beberapa telaah menunjukkan bahwa lebih dari 80% tenaga
kerja masih melaporkan adanya kepuasan kerja.
2.
Kepuasan kerja dan prestasi
Sebagian
manajer berasumsi bahwa kepuasan yang tinggi selamanya akan menimbulkan
prestasi yang tinggi, tetapi asumsi ini tidak benar. Karyawan yang puas bisa
jadi adalah karyawan yang berproduksi tinggi, sedang, atau rendah, dan mereka
akan cenderung meneruskan tingkat prestasi yang akan menimbulkan kepuasan bagi
mereka. Hubungan kepuasan-prestasi lebih rumit ketimbang pernyatan sederhana
bahwa “kepuasan menimbulkan prestasi”.
3.
Pergantian pegawai (turnover)
Kepuasan
kerja yang lebih tinggi berkaitan dengan rendahnya tingkat pergantian pegawai, yaitu
proporsi pegawai yang meninggalkan organisasi. Para pegawai yang lebih puas
kemungkinan besar lebih lama bertahan dengan majikan mereka. Pergantian pegawai
cukup merugikan, terutama apibila tingkat pergantian itu didalam beberapa
bidang industri. Disamping kerugian langsung dan tidak langsung bagi organisasi
untuk mengganti karyawan, para pegawai tetap tinggal mungkin akan merasa tidak
puas karena harus berpisah dengan rekan kerja yang bernilai dan timbulnya
gangguan terhadap pola sosial yang telah dibina selama ini.
4.
Kemangkiran (absences)
Menunjukan
bahwa pegawai yang kurang puas cenderung lebih sering mangkir.
5.
Pencurian
Meskipun
banyak sebab yang mendorong pegawai melakukan perbuatan ini, beberapa pegawai
mencuri karena mereka putus asa atas perlakuan organisasi yang dipandang tidak
adil. Menurut pegawai, tindakan itu dapat dbenerkan sebagai cara membalas
perlakuan tidak sehat yang mereka terima dari penyelia. (Davis Keith & Newstrom
John W, 1985: 106 - 109)
Profil Karyawan Yang
Puas
Kepuasan
kerja berkaitan dengan sejumlah variabel yang memungkinkan para manajer untuk
tidak memperkirakan kelompok yang lebih cenderung mengalami masalah ketidakpuasan.
Sebagian variabel itu adalah variabel pegawai, dan variabel lingkungan kerja.
1.
Usia
Ketika
karyawan makin bertambah lanjut usianya, mereka cenderung sedikit lebih puas
dengan pekerjaannya. Ada sejumlah alasan mengenai hal itu, seperti makin rendahnya
harapan dan penyesuaian yang lebih baik dengan situasi kerja karena telah berpengalaman
dengan situasi itu. Sebaliknya, karyawan yang lebih muda, cenderung kurang puas
karena berpengharapan lebih tinggi, kurang penyesuaian, dan berbagai sebab
lain.
2.
Tingkat pekerjaan
Orang
– orang dengan pekerjaan pada tingkat yang lebih tinggi cenderung merasa lebih
puas dengan pekerjaan mereka. Mereka biasanya memperoleh gaji dan kondisi kerja
lebih baik, dan pekerjaan yang dilakukan memberi peluang untuk menggunakan
kemampuan mereka sepenuhnya, oleh karena itu mereka memiliki alasan yang baik
untuk merasa lebih puas. Dengan demikian, manajer dan tenaga ahli biasanya
merasa lebih puas ketimbang karyawan terampil yang cenderung lebih puas
dibandingkan dengan para karyawan yang kurang dan tidak terampil.
3.
Ukuran organisasi
Ukuran
organisasi sering kali berlawanan dengan kepuasan kerja. Pada saat organisasi
semakin membesar, ada beberapa bukti yang menunjukkan bahwa kepuasan kerja
cenderung agak menurun apabila tidak diambil tidakan perbaikan untuk
mengimbangi kecenderungan itu. Tanpa adanya perbaikan itu, organisasi besar
cenderung kurang memperhatikan aspek manusia dan mengganggu proses suportif,
seperti komunikasi, koordinasi, dan partisipasi.
Kecenderungan
hubungan ukuran organisasi dengan kepuasan kerja itu dpat diatasi dengan
tindakan perbaikan untuk mempertahankan daya tanggap yang dimiliki perusahaan
ketika masih berukuran kecil. Sekalipun demikian, tidak selalu berarti bahwa
perusahaan besar menghadapi masalah kepuasan kerja dikalangan para pegawainya.
(Davis Keith & Newstrom John W, 1985: 109 - 111)
Maslahat Telaah
Kepuasan Kerja
Survei
kepuasan kerja dapat membuahkan hasil positif, netral, atau negatif. Apabila
direncanakan dan dilakukan dengan baik, survei ini biasanya akan menghasilkan
sejumlah maslahat yang penting, seperti hal-hal berikut:
1.
Kepuasan kerja umum
Salah
satu maslahat survei tersebut adalah pimpinan memperoleh indikasi tentang
tingkat kepuasan umumnya dalam perusahaan. Survei itu juga menunjukkan hal-hal
yang menimbulkan kepuasan dan ketidakpuasan secara spesifik (misalnya pelayanan
pegawai), dan kelompok pegawai tertentu (misalnya departemen mainan). Dengan
kata lain, survei itu mengungkapkan bagaimana perasaan pegawai tentang
pekerjaan mereka, bagian kerja yang menimbulkan perasaan itu, departemen yang
sangat berpengaruh dan perasaan siapa saja yang terlibat. Survei tersebut
merupakan alat diagnostik yang sangat baik untuk mengkaji berbagai masalah
pegawai.
2.
Komunikasi
Maslahat
lain adalah timbulnya komunikasi yang berharga melalui survei kepuasan kerja. Komunikasi
mengalir ke semua arah pada saat orang-orang merencanakan, melaksanakan, dan
membahas hasil survei itu. Komunikasi ke atas (upward communication) sangat
bermanfaat apabila pegawai didorong untuk mengomentari hal-hal yang ada dalam
pikiran mereka, daripada sekedar menjawab pertanyaan tentang berbagai topik
yang penting bagi pimpinan.
3.
Membaiknya sikap
Manfaat
lain yang sering tidak terduga adalah membaiknya sikap. Bagi sebagian orang,
survei itu merupakan katup pengaman, penyaluran emosi dan kesempatan untuk
mengeluarkan uneg-uneg. Bagi yang lain, survei itu merupakan ungkapan perhatian
pimpinan terhadap kesejahteraan pegawai, sehingga ada alasan bagi pegawai untuk
merasa lebih baik terhadap pimpinan.
4.
Kebutuhan pelatihan (training needs)
Survei
kepuasan kerja merupakan sarana yang berguna untuk menentukan kebutuhan
pelatihan tertentu. Biasanya pegawai diberikan kesempatan untuk mengungkapkan
perasaan tentang seberapa baik penyelia mereka melaksanakan bagian-bagian
tertentu. Seperti pendelegasian pekerjaan dan memberikan instruksi pekerjaan
yang cukup.
5.
Maslahat bagi serikat pekerja
Survei
itu juga dapat menimbulkan masklahat bagi serikat pekerja. Seperti yang
dijelaskan oleh seorang pengurus serikat kerja, baik pimpinan perusahaan maupun
serikat pekerja sering kali bertikai tentang hal-hal yang diinginkan pegawai,
tapi tidak satu pun yang benar-benar mengetahuinya. Serikat pekerja jarang
sekali menentang diadakannya survei, dan adakalanya mereka mendukung hal itu
apabila mengetahui bahwa serikat pekerja juga memperoleh peluang untuk berbagi
data.
6.
Perencanaan dan pemantauan perubahan
Para
manajer yang waspada menyadari perlunya mengkaji reaksi pegawai terhadap
perubahan kebijaksanaan dan program yang penting. Survei pendahuluan bermanfaat
untuk mendidentifikasi berbagai masalah yang mungkin timbul, dan mendorong para
manajer untuk mengubah rencana awal mereka. Survei lanjutan memungkinkan
pimpinan untuk menilai tanggapan aktual terhadap perubahan dan menelaah
keberhasilan dan kegagalannya. (Davis Keith & Newstrom John W, 1985: 112 –
113)
C.
Mengukur kepuasaan kerja
Kepuasan
kerja karyawan dapat diukur berlandaskan interaksi yang dibutuhkan antara
atasan dan bawahan. Pendekatan yang paling banyak digunakan untuk mengukur
kepuasan kerja adalah:
1.
Peringkat global tunggal (single global
rating)
2.
Skor perhitungan (summation score)
Kedua pendekatan itu mengidentifikasi
elemen – elemen pekerjaan terrtentu dan menanyakan perasaan karyawan terhadap setiap elemen
tersebut. Faktor – faktor yang umumnya disertakan adalah suasana pekerjaan,
pengawasan, tingkat upah saat ini, peluang promosi, dan hubungan dengan mitra
kerja. Faktor – faktor tersebut diperingkatkan berdasarkan skala yang
distandarkan dan kemudian ditambahkan untuk mendapatkan skor kepuasan kerja
secara keseluruhan.
Perbandingan – perbandingan peringkat
global dan metode perhitungan yaitu faktor pekerjaan yang lebih panjang
menunjukkan bahwa yang pertama pada dasarnya mempunyai validitas serupa dengan
yanng kedua. Penjelasan terbaik dari hasil ini adalah bahwa konsep kepuasan kerja
itu sendiri sangat luas sehingga satu pertanyaan dapat menangkap intinya. (Robbins
Stephen P, 2006: 103 – 104)
Pengaruh
Dari Karyawan Yang Tidak Puas Dan Puas Di Tempat Kerja
Ada konsekuensi ketika karyawan menyukai
pekerjaan mereka, dan ada konsekuensi ketika karyawan tidak menyukai pekerjaan
mereka. Berikut hasil yang lebih spesifik dari kepuasan dan ketidakpuaasan
kerja:
1.
Kepuasan kerja dan OCB
Tampak logis menganggap
bahwa kepuasan kerja menjadi penentu utama perilaku kewargaan (OCB) karyawan.
Karyawan yang puas berkemungkinan lebih besar untuk berbicara secara positif
tentang organisasi, membantu yang lain, dan membuat kinerja pekerjaan mereka melampaui
perkiraan normal. Lebih dari itu karyawan yang puas mungkin lebih patuh
terhadap panggilan tugas karena mereka ingin mengulang pengalaman – pengalaman
positif mereka.
2.
Kepuasan kerja dan kepuasan pelanggan
Karyawan dalam
pekerjaan jasa sering berinteraksi dengan pelanggan. Karrena manajemen
organisasi jasa harus berfokus pada kepuasan pelanggan. Dalam organisasi –
organisasi jasa, kesetiaan dan ketidaksetiaan pelanggan sangat tergantung pada
cara karyawan berhubungan dengan pelanggan. Karyawan yang puas berkemungkinan
lebih besar untuk ramah, ceria dan responsive. Dan karyawan yang puas
berkemungkinan lebih kecil untuk mengundurkan diri.
3.
Kepuasan kerja dan ketidakhadiran
Masuk akal bahwa
karyawan yang tidak puas cenderung melalaikan pekerjaan, faktor – faktor lain
memiliki pengaruh pada hubungan tersebut dan mengurangi koefiseien korelasi.
Misalnya organisasi yang memberikan tunjangan cuti sakit secara bebas berupaya
membesarkan hati semua karyawan, mereka sangat bebas/puas untuk mengambil cuti.
4.
Kepuasan kerja dan perputaran karyawan
Kepuasan juga
berhubungan secara negatif dengan perputaran karyawan. Bukti menunjukkan bahwa
sebuah pengait penting dari hubungan kepuasan-perputaran karyawan adalah
tingkat kinerja karyawan.
5.
Kepuasan kerja dan perilaku menyimpang
di tempat kerja
Ketidakpuasan kerja
memprediksi banyak perilaku khusus, termasuk upaya pembentukan serikat kerja,
penyalahgunaan hakikat, pencurian di tempat kerja, pergaulan yang tidak pantas,
dan kelambanan. Para peneliti berpendapat bahwa perilaku ini adalah indikator
sebuah sindrom yang lebih luas yang kita sebut perilaku menyimpang di tempat
kerja (atau penarikan diri karyawan).
6.
Kepuasan kerja dan kinerja
Pekerja yang bahagia
cenderung lebih produktif, meskipun sulit untuk mengatakan kemana arah hubungan
sebab akibat tersebut. Akan tetapi, beberapa penelitian biasaanya percaya bahwa
hubungan antara kepuasan kerja dan kinerja pekerja adalah sebuah mitos
manajemen. Tetapi, sebuah tinjauan dari 300 penelitian menunjukkan bahwa
korelasi tersebut cukup kuat. Ketika kita pindah dari tingkat individual ke
tingkat organisasi, kita akan menemukan dukungan untuk hubungan kepuasan
kinerja. (Robbins Stephen P & Judge Timothy A, 2009: 111 – 118)
Menurut Vroom, bahwa
hubungan yang ditemukan antara kepuasan dan kinerja terjadi melalui tindakan
dari variabel ketiga, yaitu reward. Kinerja
yang baik mengarahkan pada reward,
yang kemudian akan mengarah pada kepuasan, rumusan ini menyatakan bahwa kepuasan
disebabkan oleh kinerja. Tingkat kepuasan kebutuhan seseorang berkaitan dengan
kinerjanya seperti yang dinilai oleh rekan kerja dan atasannya, hubungan
tersebut lebih kuat bagi para manajer daripada non manajer. (Lawler III, Edward
E & Kotter, John P dkk, 2004: 40 – 48)
D.
Efek kepuasan kerja karyawan terhadap
performa karyawan
Setiap
manajer akan berusaha untuk menciptakan kepuasan kerja karyawannya. Berdasarkan
penelitian yang dilakukan oleh para manajer yang telah berhasil mengelola
pekerjaannya menunjukkan bahwa implikasi dari kepuasan kerja karyawan
berhubungan langsung dengan produktivitas karyawan, tingkat kehadiran ditempat
kerja, dan tingkat keluar masuk karyawan. Apabila produktivitas kerja tinggi,
tidak terdapat absensi, dan turn over karyawan rendah, maka dapat disimpulkan bahwa
kepuasan kerja dalam kelompok dan organisasi terpenuhi. (Tampubolon Manahan P,
2008: 38)
E.
Hubungan komunikasi organisasi dengan kepuasan kerja
Kepuasan
kerja merupakan respons seseorang (sebagai pengaruh) terhadap bermacam –macam
lingkungan kerja yang dihadapinya (coleman, 1982). Termasuk ke dalam hal ini respons
terhadap komunikasi organisasi, supervisor, kompensasi, promosi, teman kerja,
kebijaksanaan organisasi, dan hubungan interpersonal dalam organisasi. Dia
selanjutnya mengatakan bahwa semua variabel komunikasi berhubungan secara
berarti dengan bermacam – macam aspek kepuasan kerja.
Osmo
Wiio mengemukakan bahwa pertambahan aruspesan atau keterbukaan dari komunikasi
mungkin mempunyai pengaruh yang negatif kepada beberapa organisasi karena
kelebihan beban atau bertambahnya harapan. Pada studi permulaan dan akhir dia
menemukan bahwa ketidakpuasan akan pekerjaan dan organisasi, sesungguhnya
bertambah sebagai suatu fungsi dari lebih terbukannya iklim komunikasi. Dia
mengemukakan alasan bahwa pertambahan keterbukaan komunikasi manambah harapan
karyawan berpartisipasi dalam proses
pembuatan keputusan. Bila harapan ini tidak menjadi kenyataan maka makin lebih
besar rasa ketidakpuasan. (Muhammad Arni, 2005: 90 – 91)
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Kepuasan kerja
adalah cara pekerja merasakan mengenai pekerjaannya. Kepuasan kerja dipengaruhi
oleh oleh beberapa aspek pekerjaan meliputi, upah/gaji, kondisi kerja,
pengawasan, teman kerja, materi pekerjaan, jaminan kerja, serta kesempatan
untuk maju. Teori – teori kepuasan kerja meliputi, teori kesesuaian, teori
keadilan, dan teori dua faktor.
Hal terpenting
yang bisa dilakukan para manajer untuk meningkatkan kepuasan karyawan adalah
berfpkus pada bagian – bagian intrinsik pekerjaan, seperti membuat kerja
tersebut menjadi menantang dan menarik. Karyawan jiga harus dilibatkan dalam
aktivitas – aktivitas yang ada dalam suatu organisasi tersebut.
Seorang pemimpin
juga harus selalu mengikuti perkembangan kepuasan kerja para pegawainya
terutama melalui hubungan dan komunikasi tatap muka. Ini merupakan metode yang
praktis untuk mengetahui tingkat kepuasan kerja orang – orang, tetapi masih ada
sejumlah indikator kepuasan lainnya yang telah tersedia dalam organisasi.
DAFTAR PUSTAKA
Davis,
Keith & Newstrom, John W. 1985. Perilaku
Dalam Organisasi. Jakarta: Erlangga
Ivancevich,
John M & dkk. 2005. Perilaku Dan
Manajemen Organisasi (Jilid 1). Jakarta: Erlangga
Muhammad,
Arni. 2005. Komunikasi organisasi.
Jakarta: Bumi Aksara
Robbins,
Stephen P. 2006. Perilaku Organisasi.
2006. Klaten: PT Intan Sejati Klaten
Robbins,
Stephen P & Judge, Timothy A. 2009. Perilaku
Organisasi Organizational Behavior (Buku
1). Jakarta: Salemba Empat
Tampubolon,
Manahan P. 2008. Perilaku Keorganisasian
(Organization Behavior) Perspektif
Organisasi Bisnis (Edisi Kedua). Bogor: Ghalia Indonesia
Lawler
III, Edward E & Kotter, John P dkk. 2004. Handbook Of Organizations Kajian Dan Teori Organisasi. Yogyakarta:
Amara Books
Wexley,
Kenneth N & Yuki, Gary A. 2003. Perilaku
Organisasi Dan Psikologi Personalia. Jakarta: PT Rineka Cipta
Komentar
Posting Komentar