Makalah Keorganisasian
KEPEMIMPINAN
ORGANISASI
Dosen Pengampu : Drs. Saliman, M.Pd
Oleh :
1. Attin
Matsna Ulin Nur (14416241041)
2. Puput
Wiji Astuti (14416241042)
3. Muhammad
Ryan Nur R. (14416241043)
4. Siti
Nur Kholifah (14416241044)
5. Sri
Wulandari (14416241045)
6. Erwin
Indrawati (14416241046)
7. Caecilia
Erika Pawestri (14416241047)
8. Hanif
Wira Septiadi (14416241048)
9. Catur
Mulyantoro (14416241049)
10. Nuraini
Julianti (14416241050)
Pendidikan
Ilmu Pengetahuan Sosial
Fakultas
Ilmu Sosial
Universitas Negeri
Yogyakarta
2015
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kepemimpinan adalah proses mempengaruhi orang lain
untuk memfasilitasi pencapaian tujuan organisasi yang relevan. Menampilkan
kepemimpinan tidak mengharuskan seseorang yang berada posisi pemimpin formal.
Tiga variabel yang ada semua situasi kepemiminaan adalah orang, tugas dan
lingkungan. Pemimpin adalah teladan yang dicontoh oleh para anggotanya (John M.
Ivancevich, 2007: 193).
Dalam sebuah organisasi (John M.
Ivancevich, 2007: 193) ada 3 hal penting harus dimiliki oleh seorang pemimpin
yaitu prang yang dipimpin, tugas yang dijalankan oleh orang-orang tersebut dan
lingkungan tempat orang dan tugas tersebut berada. Perjalanan sebuah organisasi
dalam mencapai tujuan atau cita-cita pasti ada beberapa hambatan atau masalah
yang ingin mencoba seberapa kuat organisasi tersebut dapat bertahan. Seorang
pemimpin mampu merangkul bawahan dengan sikap yang baik dan tidak
berdikriminasi.
B. Rumusan Masalah
1. Apa
yang dimaksud dengan kepemimpinan?
2. Bagaimana
ciri-ciri antara pemimpin dan kepemimpinan?
3. Bagaimana
teori tentang kepemimpinan?
4. Bagaimana
fungsi kepemimpinan dalam sebuah organisasi?
5. Bagaimana
tipe kepemimpinan dalam sebuah organisasi?
C. Tujuan
1. Untuk
mengetahui pengertian kepemimpinan
2. Untuk
mengetahui perbedaan antara pemimpin dan kepemimpinan.
3. Untuk
mengetahui teori tentang kepemimpinan.
4. Untuk
mengetahui fungsi kepemimpinan dalam sebuah organisasi.
5. Untuk
mengetahui tipe kepemimpinan dalam sebuah organisasi.
Daftar Isi
E. Tingkat
Efek Kepemimpinan terhadap Kinerja
G. Hal-hal
yang Menyebabkan Seseorang menjadi
Pemimpin
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Pengertian Kepemimpinan
Kepemimimpinan
merupakan titik sentral dan penentu kebijakan dari kegiatan yang akan
dilaksanakan dalam organisasi. Beberapa definisi yang dikemukakan para ahli:
1. Koonts
& O’donnel (1986), mendefinisikan kepemimpinan sebagi proses memengaruhi
sekelompok orang sehingga mau bekerja dengan sungguh-sungguh untuk meraih
tujuan kelompoknya.
2. Wexley
& Yuki (1977), kepemimpinan mengandung arti memengaruhi orang lain untuk
lebih berusaha ke tenaga, dalam tugasnya atau mengubah tingkah laku mereka.
3. Georger
R. Terry (1983), kepemimpinan adalah kegiatan memengaruhi orang-orang untuk
bersedia berusaha mencapai tujuan bersama.
Pendapat
lain, kepemimpinan merupakan suatu proses dengan berbagai cara memengaruhi
orang atau sekelompok orang.
4. Thoha
(1983), kepemimpinan adalah aktivitas untuk memengaruhi perilaku orang lain
agar supaya mereka mau diarahkan untuk mencapai tujuan tertentu.
5. Robbins
(2001), kepemimpinan adalah kemampuan untuk memengaruhi suatu kelompok untuk
mencapai tujuan.
6. Fieldler
(1967), kepemimpinan pada dasarnya merupakan pola hubungan antara
individu-individu yang menggunakan wewenang dan pengaruhnya terhadap kelompok
orang agar bekerja bersama-sama untuk mencapai tujuan.
7. Jhon
Pfiffner (1953), kepemimpinan adalah kemampuan mengoordinasikan dan memotivasi
orang-orang dan kelompok untuk mencapai tujuan yang dikehendaki.
8. Davis
(1977), mendefinisikan kepemimpinan adalah kemampuan untuk mengajak orang lain
mencapai tujuan yang sudah ditentukan dengan penuh semangat.
9. Ott
(1996), kepemimpinan dapat didefinisikan sebagai proses hubungan antarpribadi
yang didalamnya seseorang memengaruhi sikap, kepercayaan, dan khususnya
perilaku orang lain.
(Veithzal
Rivai dkk, 2004: 3-4)
B.
Pemimpin dan
Kepemimpinan
Pemimpin
dan kepemimpinan adalah ibarat sekeping mata uang logam yang tidak bisa di
pisahkan, dalam artian bisa dikaji secara terpisah namun harus dilihat sebagai
satu kesatuan. Seorang pemimpin harus memiliki jiwa kepemimpinan, dan jiwa
kepemimpinan yang dimiliki dari seorang pemimpin tidak bisa diperoleh dengan
cepat dan segera namun sebuah proses yang terbentuk dari waktu ke waktu hingga
akhirnya mengkristal dalam sebuah karakter.
Gary Yull (1998) dalam Brantas (2009) membantu
kita dengan melakukan klasifikasi definisi pemimpin dam kepemimpinan, yaitu:
(1) Pendekatan
berdasarkan ciri. Dasar dari pendekatan ini adalah asumsi bahwa beberapa orang
merupakan pemimpin dengan beberapa ciri yang tidak dimiliki oleh orang lain.
(2) Pendekatan
berdasarkan perilaku. Pendekatan ini merupakan kritisi terhadap generasi
pertama pendekatan berdasarkan cirri.
(3) Pendekatan
ituasional. Pendekatan ini menekankan pada pentingnya factor-faktor
kontekstual.
Kepemimpinan merupakan satu aspek penting dalam
organisasi yang merupakan faktor penggerak organisasi melalui penanganan
perubahan dan manajemen yang dilakukan, sehingga keberadaan pemimpin bukan
hanya sebagai symbol yang ada atau tidaknya tidak menjadi masalah, tetapi
keberadaannya member dampak positif bagi perkembangan organisasi.
Dorongan
dan semangat kepemimpinan yang dimiliki oleh seorang pemimpin mampu menggerakan
suatu organisasi kea rah yang diinginkan, namun begitu pula sebaliknya jika
kualitas dan kompetensi seorang pemimpin adalah belum mencukupi untuk membantu
mendorong ke arah kemajuan maka artinya pemimpin tersebut hanya memimpin dengan
tujuan untuk pribadinya dan bukan untuk tujuan keinginan organisasi (Irham
Fahmi, 2012: 58-60).
C. Ciri-ciri Pemimpin
Untuk
mewujudkan seseorang menjadi pemimpin ( Irham Fahmi, 2012: 60) yang ideal
dibutuhkan syarata-syarat yang menggambarkan dalam bentuk ciri-ciri yang
dimiliki. Adapun ciri-ciri untuk menajdi seorang pemimpin adalah :
1. Memiliki
kompetensi yang sesuai zamannya, artinya kompetensi yang dimilikinya sangat
berguna untuk diterapkan pada saat itu, dan kompetensi tersebut diakui oleh
banyak pihak serta pakar khususnya. Misalnya pada saat situasi ekonomi sedang
mengalami fluktuasi dan inflasi yang tidak diharapkan, maka pemimpin perusahaan
masih mampu mempertahankan perusahaan dengan segala karyawan yang dimiliki.
Artinya pemimpin perusahaan tetap tidak ingin memberhentikan sebagian karyawan
(PHK), menurunkan gaji karyawan, pemutusan kerja karyawan kontrak, dan
sejenisnya karena faktor penjualan perusahaan mengalami penurunan, jikapun penghematan
atau efisiensi ingin dilakukan maka itu cukup dengan pembatasan penggunaan AC (air conditioner), penggunaan telepon
kantor, pembatasan penggunaan kendaraan dinas yang hanya boleh dipakai pada
saat-saat sangat pentinng saja, dan lainnya. Sehingga kebersamaan dan loyalitas
antara karyawan dengan pimpinan tetap tinggi.
2. Memahami
setiap permasalahan secara lebih dalam dibanding dengan orang lain, serta mampu
memberikan keputusan terhadap permasalahan tersebut.
3. Mampu
menerapkan the right man and the right
place secara tepat dan baik. The
right man and the right place adalah menempatkan orang sesuai dengan
tempatnya dan kemampuan atau kompetensi yang dimilikinya.
Untuk memahami lebih dalam tentang
ciri-ciri pimpinan ada baiknya kita melihat pendapat yang di kemukakan oleh
George R. Tarry. Geroge R. Terry mengemukakan delapan ciri dari pimpinan, yaitu
:
(1)
Energi
mempunyai kekuatan mental dari fisik.
(2)
Stabilitas
emosi seorang pimpinan tidak boleh berprasangka jelek
terhadap bawahannya, ia tidak boleh cepat marah percaya pada diri sendiri harus
cukup besar.
(3)
Human
Relationship mempunyai pengetahuan tentang hubungan
manusia.
(4)
Personal
motivation keinginan untuk menjadi pimpinan harus
besar dan dapat memotivasi diri sendiri.
(5)
Communication
skill mempunyai kecakapan untuk berkomunikasi.
(6)
Teaching
skill mempunyai kecakapan untuk mengajarkan, menjelaskan
dan mengembangkan bwahannya.
(7)
Social
skill mempunyai keahlian di bidang sosial, supaya terjamin
kepercayaan odan kesetiaan bawahannya. Ia harus suka menolong. Senang jika
bawahannya maju, peramah serta luwes dalam peragaulan.
(8)
Technical
competent. Mempunyai kecakapan menganalisi,
merencanakan, mengorganisasi, mendelegasikan wewenang, mengambil keputusan dan
mampu menyusun konsep.
D.
Nilai-nilai
Kepemimpinan
Menurut
Brantas kepemimpinan tidak dapat terlepas dari nilai – nilai yang dimiliki oleh
pemimpin seperti diungkapkan oleh Guth dan Taguin (dalam Salusu, 2000), yaitu :
1)
Teoritis, yaitu niai-nilai yang berhubungan
dengan usaha mencari kebenaran dan mencari pembenaran secara rasional.
2) Ekonomis,
yaitu yang tertarik pada aspek-aspek kehidupan yang penuh keindahan, menikati
setiap peristiwa untuk kepentingan sendiri.
3) Sosial,
menaruh belas kasihan pada orang lain, simpati, dan tidak mementingkan diri
sendiri.
4) Politis,
berorientasi pada kekuasaan dan melihat kompetisi sebagai faktor yang sangat
vital dalam kehidupannya.
5) Religius,
selalu menghubungkan setiap aktivitas dengan kekuasaan sang pencipta.
Nilai – nilai yang dimiliki oleh pemimpin dari
kelima tersebut pada prinsipnya bisa bertambah lebih banyak lagi dari pada itu,
namun secara umum dapat disebut hanya lima saja. Seperti kita dapat menambahkan
beberapa lagi yang bisa kita jadikan bahan renungan dalam melihat nilai – nilai
pemimpin, yaitu :
a. Sikap
bijaksana. Sikap bijaksana ini menyangkut dengan kemampuan dalam pengambilan keputusan yang
tidak berat sebelah, namun keputusan yang diambil adalah memikirkan banyak segi
dan seimbang atau balance.
b. Kesetiakawanan
yang tinggi. Nilai kesetiakawanan yang tinggi menunjukan pemimpin tersebut
memiliki loyalitas tinggi pada sesama rekan kerja bahkan para karyawannya.
Kadang kala kita menemukan ada pemimpin yang egonya tinggi dan mementingkan
dirinya tanpa menghiraukan bahwa keputusannya telah memiliki muatan hianat pada
yang lainnya (Irham Fahmi, 2012: 64).
E.
Tingkat Efek Kepemimpinan
terhadap Kinerja
Pertama,
orang-orang yang terpilih sebagai pemimpin yang memiliki kesamaan latar
belakang, pengalaman dan kualifikasi. Kesamaan di pemimpin memiliki latar
belakang, pengalaman dan kualifikasi. Kesamaan diantara individu yang terpilih
sebagai pemimpin akan mengurangi perbedaan karakteristik yang ditunjukan oleh
para pemimpin tersebut.
Kedua, seorang pemmpin bahkan pada level
yang tertinggi, tidak memiliki kontrol uniteral terhadap sumber daya. Keputusan
yang besar tetap harus mendapat persetujuan, penelaahan ulang, atau modifikasi
dari pihak lain.
Ketiga banyak faktor yang tidak bisa
dikontrol oleh pemimpin. Pasar tenaga kerja, faktor lingkungan dan kebijakan
perundangan seringkali berada di luar kontrol langsung pemimpin (John M.
Ivancevich, 2007: 195).
F.
Kepemimpinan dan
Perilaku
Dalam
mengembangkan dan memajukan suatu organisasi, manajer dengan pengaruh
kepemimpinan yang dimilikinya berkewajiban untuk memahami setiap perilaku untuk
yang berada di lingkungan kerjanya.
Richard L. Daft menjelaskan ada tiga bentuk
kekuatan yang harus dimiliki seorang manajer dalam mewujudkan suatu perilaku
yang diinginkan oleh konsep manajemen, yaitu:
1. Kekuatan
legitimasi, kekuatan yang berasal dari posisi manajemen formal dalam sebuah
organisasi dan otoritas yang diberikan padanya.
2. Kekuatan
penghargaan. Jenis kekuatan lain adalah kekuatan penghargaan (reward
power), berasal dari otoritas untuk memberi penghargaan kepada orang lain.
3. Kekuatan
koersif. Adalah kekuatan koersif (coercive power), ini mengacu pada (coercive power), ini mengacu pada
otoritas untuk menghukum atau merekomendasikan hukuman.
Dengan ketiga bentuk kekuatan
ini maka bagi pihak menajer berusaha untuk mengelola berbagai perilaku karyawan
agar tercapai bentuk ketaatan dalam bekerja. Ketaatan berarti bahwa pekerja
akan mengindahkan perintah dan melaksanakan instruksi, sekalipun secara pribadi
mereka tidak setuju dan tidak antusias. Kerena yang harus dihindari oleh pihak
manajer adalah para karyawan melakukan
penghindaran pekerjaan dengan
alasan-alasan yang tidak jelas.
Jika tugas pekerjaan yang harusnya dijalankan
oleh para karyawan secara tulus, ikhlas, dan taat namun ternyata tidak
terlaksana secara yang diharapkan. Maka seorang pimpinan harus mencari tahu apa
yang menyebabkan itu bisa terjadi. Ini artinya tingkat kekompakan dalam
pekerjaan telah terjadi penurunan, dan jika dibiarkan akan membahayakan
organisasi secara lebih jauh. Oleh karena itu, seorang pimpinan perlu
memikirkan bagaimana menjalankan dan mewujudkan kelompok kerja yang efektif.
Seorang pimpinan dalam mengarahkan para
karyawan dalam melaksanakan pekerjaan tidak harus dilakukan atas dasar perintah
dan sanksi yang akan diterima, namun seorang pimpinan juga harus mengedepankan
sikap kewibawaan yang teraplikasi dalam bentuk personal power (kekuatan pribadi) yang dimilikinya (Irham Fahmi,
2012: 66-69).
Karakteristik Pribadi Pimpinan
Karakteristik Fisik |
Kepribadian |
Karakteristik Sosial |
Aktivitas Energi Latar belakang sosial Mobilitas Inteligensia dan kemampuan Penilaian, ketegasan Pengetahuan Kepandaian berpidato |
Kesiapan Orisinalitas, krativitas, integritas pribadi, etika Percaya diri Karakteristik yang berhubungan dengan kerja Dorongan pencapaian, hasrat untuk mengungguli Dorongan untuk bertanggung jawab Tanggung jawab mengejar tujuan Orientasi tugas |
Kemampuan untuk memperoleh kerja sama Kebersamaan popularitas, martabat Sosialitas, keterampilan interpersonal Partisipasi sosial Kebijaksanaan, diplomasi |
G.
Hal-hal yang Menyebabkan Seseorang menjadi Pemimpin
Pada
saaat seseorang menjadi pemimpin, maka itu kadang kala tidak diperoleh begitu
saja akan tetapi ada latar belakang atau hal-hal yang menyebabkan seseorang
menjadi pemimpin. Hal-hal yang menyebabkan seseorang menjadi pemimpin adalah
sebagai berikut :
1. Tradisi/warisan
: seseorang menjadi pemimpin, karena warisan/keturunan, misalnya raja atau ratu
Inggris, dan Belanda.
2. Kekuatan
pribadi baik karena alasan fisik maupun karena kecakapannya.
3. Pengangkatan
atasan : seseorang menjadi pemimpin, karena diangkat oleh pihak atasannya.
4. Pemilihan
: seseoranhg menjadi pemimpin, karena berdasarkan konsep penerimaan/acceptance theory anda menjadi pemimpin
dan kami akan mentaati instruksi anda.
Dari empat hal mendasar yang mendasari
seseorang menjadi pemimpin tersebut posisi yang paling riskan adalah tradisi/warisan.
Ini terjadi disebabkan karena kepemimpinan yang diperoleh bukan karena hasil
pengayaan dirinya sendiri namun lebih karena hubungan darah atau keturunan.
Dimana pada kenyataannya sangat sering terjadi bahwa setiap orang belum tentu
memiliki konsep dan talenta yang sama dengan orang tuanya. Sehingga beberapa
kemunduran organisasi salah satu penyebabnya karena generasi selanjutnya
memiliki bakat dan sudut pandang yang berbeda dengan generasi sebelumnya,
termasuk sudut pandang dalam memahami ilmu manajemen (Irham Fahmi, 2012:70).
H.
Teori Kepemimpinan
Teori
kepemimpinan (Irham Rivai, 2012: 6-9) membicarakan bagaimana seseorang menjadi
pemimpin atau bagaimana timbulnya
seorang pemimpin.
1. Teori
Kelebihan
Teori ini beranggapan bahwa seseorang akan menjadi
pemimpin apabila ia memiliki kelebihan dari para pengikutnya. Kelebihan yang
harus dimiliki seorang pemimpin mencakup tiga hal. Pertama, kelebihan ratio
ialah kelebihan menggunakan pikiran dan kelebihan dalam pengetahuan
tentang cara-cara menggerakkan organisasi serta dalam pengambilan keputusan
yang cepat dan tepat. Kedua,
kelebihan rohaniah artinya seorang pemimpin harus mampu menunjukkan keluhuran
budi pekertinya kepada bawahannya. Ketiga,
kelebihan badaniah, ialah seorang pemimpin hendaknya memiliki kesehatan
badaniah yang lebih dari para pengikutnya sehingga memungkinkan untuk bertindak
cepat (Wursanto, 2003 dalam Rivai, 2014: 6-7).
2. Teori
Sifat
Teori sifat menyatakan bahwa
seseorang dapat menjadi pemimpin yang baik apabila memiliki sifat-sifat yang
lebih daripada yang dipimpinnya. Seorang pemimpin hendaknya memiliki
sifat-sifatyang positif seperti: adil, suka melindungi, penuh percaya diri,
penuh inisiatif, mempunyai daya tarik, energik, persuasif, komunikatif, dan
kreatif. Keith Davis menyimpulkan bahwa terdapat empat sifat umum yang
berpengaruh terhadap keberhasilan kepemimpinan organisasi yaitu: (1)
Kecerdasan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa tingkat kecerdasan pemimpin
lebih tinggi dari yang dipimpin; (2) Kedewasaan dan keleluasaan hubungan
sosial, para pemimpin cenderung menjadi matang dan mempunyai emosi yang stabil
serta mempunyai perhatian yang luas terhadap aktivitas-aktivitas sosial; (3)
Motivasi dan dorongan berprestasi , para pemimpin secara relatif mempunyai
dorongan motivasi yang kuat untuk berprestasi; (4) Sikap-sikap hubungan
kemanusiaan, para pemimpin yang berhasil mau mengakui harga diri dan kehormatan
para pengikutnya dan mampu berpihak kepadanya.
3. Teori
Keturunan
Teori yang menyatakan bahwa seseorang dapat menjadi pemimpin karena
keturunan atau warisan. Karena orang tuanya seorang pemimpin, maka anaknya
otomatis akan menjadi pemimpin menggantikan orang tuanya, seolah-olah seseorang
dapat menjadi pemimpin karena ditakdirkan (Wursanto, 2003 dalam Rivai, 2014:
7).
4. Teori
Karismatik
Menyatakan bahwa seseorang menjadi
pemimpin karena mempunyai karisma (pengaruh) yang sangat besar. Karisma
tersebut diperoleh dari Kekuatan Yang Maha Kuasa.
5. Teori
Bakat
Teori ini disebut juga dengan teori
ekologis, menyatakan bahwa pemimpin itu lahir dari bakat yang dimilikinya. Ia
menjadi pemimpin karena mempunyai bakat untuk menjadi pemimpin. Bakat
kepemimpinan tersebut harus dikembangkan misalnya dengan memberi kesempatan
orang tersebut untuk menduduki suatu jabatan (Wursanto, 2003 dalam Rivai, 2014:
8).
6. Teori
Sosial
Teori ini beranggapan bahwa pada
dasarnya setiap orang dapat menjadi pemimpin. Setiap orang mempunyai bakat
untuk menjadi pemimpin asalkan dia diberi kesempatan. Setiap orang dapat
dididik menjadi pemimpin karena masalah kepemimpinan dapat dipelajari, baik
melalui pendidikan formal maupun melalui pengalaman (Wursanto, 2000 dalam
Rivai, 2014: 8).
7. Teori
Kelompok
Teori yang beranggapan bahwa supaya
kelompok bisa mencapai tujuan-tujuannya, maka harus terdapat suatu pertukaran
yang positif di antara pemimpin dan pengikut-pengikutnya. Dasar perkembangan
teori kelompok ini adalah psikologi sosial (Miftah Thoha, 2003 dalam Rivai,
2014: 8).
8. Teori
Situasional
Menyatakan bahwa beberapa
variabel-situasional mempunyai pengaruh terhadap peranan kepemimpinan,
kecakapan, dan perilakunya termasuk pelaksanaan kerja dan kepuasan para
pengikutnya. Beberapa varaibel situasional diidentifikasikan, tetapi tidak
semua ditarik oleh situasional ini (Miftah Thoha, 2003) dalam Rivai, 2014: 8.
9. Model
Kepemimpinan Kontingensi
Ditemukan oleh Fiedler sebagai hasil
pengujian hipotesis yang telah dirumuskan dari penelitiannya dahulu. Model ini
berisi tentang hubungan antara gaya kepemimpinan dengan situasi yang
menyenangkan dalam hubungannya dengan dimensi-dimensi empiris berikut ini: (1)
Hubungan pimpinan-anggota. Variabel ini sebagai hal yang paling menentukan
dalam menciptakan situasi yang menyenangkan; (2) Derajat dari struktur tugas.
Dimensi ini merupakan urutan kedua dalam menciptakan situasi yang menyenangkan;
(3) Posisi kekuasaan pemimpin yang dicapai lewat otoritas formal. Dimensi ini
merupakan urutan ketiga dalam menciptakan situasi yang menyenangkan (Miftah
Thoha, 2003 dalam Rivai, 2014: 9).
I.
Fungsi Kepemimpinan
Kepemimpinan yang efektif
hanya akan terwujud apabila dijalankan sesuai dengan fungsinya. Fungsi
kepemimpinan itu berhubungan langsung dengan situasi sosial dalam kehidupan
kelompok/organisasi masing-masing, yang mengisyaratkan bahwa setiap pemimpin
berada di dalam dan bukan berada diluar situasi itu. Pemimpin harus berusaha
agar menjadi bagian di dalam situasi sosial kelompok/organisasinya.
Pemimpin yang membuat keputusan dengan memperhatikan situasi sosial
kelompok/organisasinya, akan lebih terbuka peluang bagi pemimpin untuk
mewujudkan fungsi-fungsi kepemimpinan sejalan dengan situasi sosial yang
dikembangkannya. Fungsi kepemimpinan itu memiliki dua dimensi sebagai berikut:
1.
Dimensi yang berkenaan dengan
tingkat kemampuan mengarahkan (direction) dalam tindakan atau aktivitas
pemimpin, yang terlihat pada tanggapan orang-orang yang dipimpinnya.
2.
Dimensi yang berkenaan dengan
tingkat dukungan (support) atau keterlibatan orang-orang yang dipimpin dalam
melaksanakan tugas-tugas pokok kelompok/organisasi, yang dijabarkan dan
dimanifestasikan melalui keputusan-keputusan dan kebijaksanaan-kebijaksanaan
pemimpin.
Berdasarkan kedua dimensi itu, selanjutnya secara oprasional dapat
dibedakan menjadi lima fungsi pokok kepemimpinan. Kelima fungsi kepemimpinan
tersebut adalah:
a.
Fungsi Instruktif
Fungsi
ini berlangsung dan bersifat komunikasi satu arah. Pemimpin sebagai pengambil
keputusan berfungsi memerintahkan pelaksanaannya pada orang-orang yang
dipimpin. Pemimpin sebagai komunikator merupakan pihak yang menentukan apa (isi
perintah), bagaimana (cara mengerjakan perintah), bilamana (waktu memulai,
melaksanakan dan melaporkan hasilnya), dan di mana (tempat mengerjakan
perintah) agar keputusan dapat diwujudkan secara efektif. Fungsi orang yang
dipimpin hanyalah melaksanakan perintah. Inisiatif tentang segala sesuatu yang
ada kaitannya dengan perintah itu, sepenuhnya merupakan fungsi pemimpin.
b.
Fungsi konsultatif
Fungsi ini berlangsung dan bersifat komunikasi dua arah, meskipun
pelaksanaannya sangat tergantung pada pihak pemimpin. Pada tahap pertama dalam
usaha merupakan keputusan, pemimpin kerap kali memerlukan bahan pertimbangan,
yang mengharuskan untuk berkonsultasi dengan orang-orang yang dipimpinnya.
Konsultasi itu dapat dilakukannya secara terbatas hanya dengan orang tertentu
saja yang dinilainya mempunyai berbagai bahan informasi yang diperlukannya
dalam menetapkan keputusan.
c.
Fungsi Partisipasi
Fungsi
ini tidak sekedar berlangsung dan bersifat dua arah, tetapi juga berwujud
pelaksanaan hubungan manusia yang efektif, antara pemimpin dengan dan sesama
orang yang dipimpin. Dalam menjalankan fungsi ini pemimpin berusaha
mengaktifkan orang-orang yang dipimpinnya, baik dalam keikutsertaan mengambil
keputusan maupun dalam melaksanakannya.
d.
Fungsi Delegasi
Fungsi ini dilaksanakan dengan
memberikan pelimpahan wewenang membuang/menetapkan keputusan, baik
melalui persetujuan maupun tanpa persetujuan dari pemimpin. Fungsi ini
mengharuskan pemimpin memilah-milah tugas pokok organisasinya dan mengevaluasi
yang dapat dan tidak dapat dilimpahkan pada orang-orang yang
dipercayainya.funsi delegasi pada dasarnya berarti kepercayaan.
e.
Fungsi Pengendalian
Fungsi
ini cenderung bersifat komunikasi satu arah, meskipun tidak mustahil untuk
dilakukan dengan cara komunikasi dua arah. Fungsi pengendalian bermaksud bahwa
kepemimpinan yang sukses/efektif mampu mengatur aktivitas anggotanya secara
terarah dan dalam koordinasi yang efektif, sehingga memungkinkan tercapainya
tujuan bersama secara maksimal. Sehubungan dengan itu berarti fungsi
pengendalian dapat diwujudkan melalui kegiatan bimbingan, pengarahan,
koordinasi, dan pengawasan (Hadad Nawawi dan M Martini Hadari, 1995: 74-83).
J.
Tipe Kepemimpinan
Menurut
Nawawi, Hadari & Hadari, Martini, (1995: 83 – 109) Gaya kepemimpinan
memiliki tiga pola dasar, ketiga pola dasar dalam gaya kepemimpinan tersebut
yaitu:
1.
Gaya kepemimpinan yang berpola mementingkan
pelaksanaantugas secara efektif dan efisien, agar mampu mewujudkan tujuan
secara maksimal. Pemimpin menaruh perhatian yang besar dan memiliki keinginan
yang kuat, untuk melaksanakan tugas – tugasnya, tanpa campur tangan orang lain.
Pemimpin berasumsi bahwa bilamana setiap
anggota melaksanakan tugas – tugasnya secara efektif dan efisien, pasti akan
dicapai hasil yang diharapkan sebagai penggabungan hasil yang dicapai masing –
masing anggota. Keserasian hasil setiap anggota dengan tujuan bersama tidak
dipersoalkan, karena yang penting bagi pemimpin setiap anggota sibuk
melaksanakan tugasnya.
2.
Gaya kepemimpinan yang berpola mementingkan
pelaksanaan hubungan kerja sama. Pemimpin menaruh perhatian yang besar dan
memiliki keinginan yang kuat, agar setiap orang mampu menjalin kerja sama,
dalam melaksanakan tugas-tugasnya masing-masing, yang tidak dapat dilepaskan
dari kebersamaan di dalam suatu unit atau organisasi sebagai satu kesatuan.
Setiaporang harus mampu menjalin kerja sama dengan para pimpinan, baik yang
menjadi atasan langsung maupun pimpinan unit lain.
3.
Gaya kepemimpinan yang berpola mementingkan
hasil yang dapat dicapai dalam rangka mewujudkan tujuan kelompok/organisasi.
Pemimpin menaruh perhatian yang besar dan memiliki keinginan yang kuat, agar
setiap anggota berprestasi sebesar – besarnya. Pimpinan memandang produk
(hasil) yang dicapai merupakan ukuran prestasi kepemimpinannya.
Ketiga pola dasar/tipe pokok itu dalam praktiknya saling isi-mengisi
atau tunjang-menunjang atau berkombinasi secara bervariasi, yang disesuaikan
dengan situasinya, yang akan menghasilkan kepemimpinan yang efektif. Dengan
kata lain kepemimpinan yang efektif tidak mungkin secara murni. Untuk
kepentingan teoritis di bawah ini diketengahkan satu persatu ketiga tipe pokok
kepemimpinan tersebut:
1. Tipe Kepemimpinan Otoriter
Kepemimpinan
ini menempatkan kekuasaan di tangan satu orang atau sekelompok kecil orang yang
di antara mereka tetap ada seseorang yang paling berkuasa. Pemimpin bertindak
sebagai penguasa tunggal. Orang-orang yang dipimpin yang jumlahnya lebig
banyak, merupakan pihak yang dikuasai, yang disebut bawahan atau anak buah.
Kepemimpinan
dengan tipe otoriter berlangsung dengan bentuk “working on his group” karena pemimpin menempatkan dirinya di luar
anggota kelompoknya. Pemimpin merasa dirinya mempunyai hak istimewa, dan harus
diistimewakan oleh bawahannya.
Kepemimpinan
otoriter bilamana melimpahkan wewenang dan tanggung jawab, tidak akan lebih
daripada wewenang dan tanggung jawab melaksanakan instruksi/perintah. Wewenang
dan tanggung jawab mungkin dilimpahkan secara khusus dalam bidang pengawasan,
yang merupakan alat atau pembantu pemimpin untuk menjaga agar instruksnya dilaksanakan
secara tepat sesuai dengan yang dikehendakinya.
2. Tipe Kepemimpinan Bebas (Laissez Faire)
Tipe
kepemimpinan ini cenderung didominasi oleh perilaku kepemimpinan pembelot (deserter). Kepemimpinannya dijalankan
dengan memberikan kebebasan penuh pada orang yang dipimpin dalam mengambil
keputusan dan melakukan kegiatan (berbuat) menurut kehendak dan kepentingan
msing – masing, baik secara perseorangan maupun berupa kelompok – kelompok
kecil.
Pemimpin
hanya memfungsikan dirinya sebagai penasihat, yang dilakukan dengan memberi
kesempatan untuk berkompromi atau bertanya bagi anggota kelompok yang
memerlukannya. Dalam keadaan seperti itu setiap terjadi kekeliruan atau
kesalahan, maka pimpinan selalu berlepas tangan karena merasa tidak ikut serta
menetapkannya menjadi keputusan atau kegiatan yang dilaksanakan
kelompok/organisasinya.
Tipe
kepemimpinan ini terlihat pada bangsa yang menganggap raja dan keturunannya merupakan wakil Tuhan atau
Dewa, sehingga dalam keadaan apa pun harus menjadi pemimpin negaranya.
3. Tipe Kepemimpinan Demokratis
Tipe
kepemimpinan ini menempatkan manusia sebagai faktor utama dan terpenting dalam
setiapkelompok/organisasi. Tipe ini diwujudkan dengan dominasi perilaku sebagai
pelindung dan penyelamat dan perilaku cenderung memajukan dan mengembangkan
kelompok/organisasi.
Kepemimpinan
demokratis adalah kepemimpinan yang aktif, dinamis, dan terarah. Kegiatan –
kegiatan pengendalian dilaksanakan secara tertib dan bertanggung jawab.
Pembagian tugas – tugas yang disertai pelimpahan wewenang dan tanggung jawab
yang jelas, memungkinkan setiap anggota berpartisipasi secara aktif.
Kepemimpinan
tipe ini dalam mengambil keputusan – keputusan sangatmementinkan musyawarah.
Yang diwujudkan dalam setiap jenjang dan di dalam unit masing – masing. Dengan
demikian dalam pelaksanaan setiap keputusan tidak dirasakan sebagai kegiatan
yang dipaksakan, justru sebaliknya semua merasa terdorong mensukseskannya
sebagai tanggung jawab bersama. Setiap anggota kelompok/organisasi merasa perlu
aktif bukan untuk kepentingan dirinya atau beberapa orang tertentu, tetapi
untuk kepentingan bersama.
Pemimpin
dengan tipe demokratis dihormati dan disegani, karena mampu mengembangkan,
memelihara, dan menjaga kewibawaan, atas dasar hubungan manusiawi yang efektif.
Dalam hubungan seperti itu, setiap instruksi/perintah yang diberikannya terasa
sebagai ajakan, untuk berbuat sesuatu
yang bermanfaat bagi kepentingan bersama.
Pemimpin
dengan tipe demokratis menaruh perhatian penuh pada setiap gagasan anggota
kelompok/organisasinya. Dengan demikian akan akan selalu terjadi pertemuan
gagasan, yang dapat menghasilkan keputusan terbaik untuk dilaksanakan.
Keputusan seperti itu tidak saja efektif untuk memotivasi agar bekerja, tetapi
berguna juga dalam menumbuhkan rasa kebersamaan. Dalam kebersamaan itu akan
terwujud kesediaan bekerja sama secara efektif dan efisien, yang berpengaruh
langsung pada peningkatan produktivitas kerja.
Tipe
kepemimpinan pelengkap itu terdiri dari:
1. Tipe
Kepemimpinan Kharismatik
Tipe kepemimpinan kharismatik
dapat diartikan sebagai “kemampuan menggerakkan orang lain dengan
mendayagunakan keistimewaan atau kelebihan dalam sifat/aspek kepribadian yang
dimiliki pemimpin. Sehingga menimbulkan rasa hormat, segan dan kepatuhan pada
orang – orang yang dipimpinnya.
Keistimewaan kepribadian yang
umum dimiliki pemimpin tipe ini adalah akhlak yang terpuji, sehingga perilaku
pemimpinannya terarah sepenuhnya pada kepentingan orang – orang yang dipimpin,
baik secara perseorangan maupun kelompok dan keseluruhan organisasinya.
2. Tipe
Kepemimpinan Simbol
Tipe kepemimpinan ini
menempatkan seseorang pemimpin sekedar sebagai lambang/simbol, tanpa
menjalankan kegiatan kepemimpinan yang sebenarnya. Penempatan itu disebabkan
oleh berbagai alasan/sebab yang berhubungan dengan kepentingan
kelompok/organisasi.
Pemimpin sebagai simbol pada
dasarnya tidak menjalankan fungsi kepemimpinan, namun kedudukannya itu tidak
dapat dan tidak boleh digantikan orang lain. Pemimpinan yang berstatus sebagai
lambang itu diperlukan untuk memelihara dan mempertahankan stabilitas
organisasi.
3. Tipe
Pengayon (Headmanship)
Tipe kepemimpinan ini
dijalankan dengan melakukan kegiatan kepeloporan, kesediaan berkurban,
pengabdian, melindungi, dan selalu melibatkan diri dalam usaha memecahkan
masalah perseorangan atau kelompok. Tipe kepemimpinan ini diwujudkan secara
bervariasai antara ketiga tipe utama otoriter, kepemimpinan bebas, dan
demokratis.
4. Tipe
Pemimpin Ahli (Expert)
Tipe kepemimpinan ini
bertolak dari asumsi bahwa kegiatan yang menjadi bidang garapan suatu
organisasi/kelompok, hanya akan berlangsung efiktif dn efisien, bilamana
dipimpin oleh seseorang yang memiliki keahlian dalam bidang tersebut.
Kepemimpinan harus dijalankan oleh seseorang yang memiliki keterampilan atau
keahlian tertentu yang sesuai dengan bidang garapan atau yang dikelola oleh
organisasi/kelompoknya.
Tipe kepemimpinan ini dalam
penerapannya cenderung pada tipe otoriter, karena setiap keputusan dan perintah
yang ditetapkan berdasarkan keahlian/keterampilan khusus, harus dilaksanakan
tanpa dirubah, diperbaiki, dan disempurnakan.
5.
Tipe Kepemimpinan Organisatoris dan
Administrator
Tipe ini dijalankan oleh para
pemimpin yang senang dan memiliki kemampuan mewujudkan dan membina kerja sama,
yang pelaksanaannya berlangsung secara sistematis dan terarah pada tujuan yang
jelas. Tipe ini merupakan kepemimpinan yang mampu mendayagunakan dan
memanfaatkan orang – orang yang dipimpin agar bergerak kearah pencapaian tujuan.
Tipe kepemimpinan ini banyak ditemuai di lingkungan organisasi formal, terutama
berupa instansi pemerintah.
6. Tipe
Kepemimpinan Agitator
Tipe kepemimpinan ini
diwarnai dengan kegiatan pemimpin dalam bentuk tekanan –tekanan, adu domba,
memperuncing perselisihan, menimbulkan dan memperbesar perpecahan/pertentangan,
dll, dengan maksud untuk memperoleh keuntungan bagi dirinya sendiri.
Pemimpin memiliki kemampuan
yang tinggi dalam menciptakan dan memanfaatkan pertentangan di antara anggota
organisasi/kelompok. Bersamaan dengan itu pemimpin juga memiliki kemampuan
untuk mendapatkan simpati dari pihak-pihak yang bertentangan, karena masing-masing
mengira pimpinan berada di pihaknya. Kepemimpinan tipe banyak ditemuai di
lingkungan organisasi di bidang politik.
Tipe kepemimpinan ini
cenderung bersifat kepemimpinan bebas (laissez faire), karena dalam organisasi
yang tidak stabil, semua orang mungkin saja membuat keputusan dan melakukan
kegiatan yang bertujuan menyabot atau merintangi kegiatan orang lain.
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Kepemimimpinan (Veithzal Rivai dkk, 2004: 3-4) merupakan
titik sntral dan penentu kebijakan dari kegiatan yang akan dilaksanakan dalam
organisasi. Pemimpin dan kepemimpinan adalah ibarat sekeping mata uang logam
yang tidak bisa di pisahkan, dalam artian bisa dikaji secara terpisah namun
harus dilihat sebagai satu kesatuan. Seorang pemimpin harus memiliki jiwa
kepemimpinan, dan jiwa kepemimpinan yang dimiliki dari seorang pemimpin tidak
bisa diperoleh dengan cepat dan segera namun sebuah proses yang terbentuk dari
waktu ke waktu hingga akhirnya mengkristal dalam sebuah karakter (Irham Fahmi,
2012: 58-60).
Kepemimpinan yang efektif
hanya akan terwujud apabila dijalankan sesuai dengan fungsinya. Fungsi
kepemimpinan itu berhubungan langsung dengan situasi sosial dalam kehidupan
kelompok/organisasi masing-masing, yang mengisyaratkan bahwa setiap pemimpin
berada di dalam dan bukan berada diluar situasi itu. Pemimpin harus berusaha
agar menjadi bagian di dalam situasi sosial kelompok/organisasinya. Pemimpin
yang membuat keputusan dengan memperhatikan situasi sosial
kelompok/organisasinya, akan lebih terbuka peluang bagi pemimpin untuk
mewujudkan fungsi-fungsi kepemimpinan sejalan dengan situasi sosial yang
dikembangkannya (Hadad Nawawi dan M Martini Hadari, 1995: 74-83).
Daftar Pustaka
Fahmi,
Irham. 2012. Manajemen Teori, Kasus dan Solusi. Bandung: Alfabeta.
M.
Ivancevich, John. 2007. Perilaku dan Manajemen
Organisasi Jilid 2. Jakarta: Erlangga.
Nawawi,
Hadari dkk. 1995. Kepemimpinan yang
Efektif. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.
Rivai,
Veithzal dkk. 2014. Pemimpin dan
Kepemimpinan dalam Organisasi.
Jakarta: Rajawali Press.
Komentar
Posting Komentar