TUKANG LAS PANGGILAN JOGJA , BANTUL, SLEMAN, KULON PROGO, GUNUNG KIDUL, DAN SEKITARNYA Kami siap datang ke tempat Anda untuk SURVEI LOKASI dan menjelaskan serta konsultasi GRATIS.Silahkan untuk mengirim permintaan SURVEI LOKASI pada kolom yang sudah tersedia atau menghubungi kami melalui Telp/WA: 0877-3960-0999 Kami siap datang ke tempat Anda untuk SURVEI LOKASI dan menjelaskan serta konsultasi GRATIS. Silahkan menghubungi kami melalui Telp/WA: 0877-3960-0999
PELAKSANAAN PANCASILA PADA MASA REFORMASI
Pancasila adalah sumber dari segala sumber hukum yang ada di
Negara Kesatuan Republik Indonesia, merupakan Maha karya pendahulu bangsa yang
tergali dari jati diri dan nilai-nilai adi luhur bangsa yang tidak dimiliki
oleh bangsa lain. Dengan berbagai kajian ternyata didapat beberapa kandungan
dan keterkaitan antara sila tersebut sebagai sebuah satu kesatuan yang tidak
bisa di pisahkan dikarenakan antar sila tersebut saling menjiwai satu dengan
yang lain. Ini dengan sendirinya menjadi ciri khas dari semua kegiatan serta
aktivitas desah nafas dan jatuh bangunnya perjalanan sejarah bangsa yang telah
melewati masa-masa sulit dari jaman penjajahan sampai pada saat mengisi
kemerdekaan.
Ironisnya bahwa ternyata banyak sekarang warga Indonesia
sendiri lupa dan sudah asing dengan pancasila itu sendiri. Ini tentu menjadi
tanda tanya besar kenapa dan ada apa dengan kita sebagai anak bangsa yang
justru besar dan mengalami pasang surut masalah negari ini belum bisa
mengoptimalkan tentang pengamalan nilai-nilai Pancasila tersebut. Terlebih lagi
saat ini dengan jaman yang disepakati dengan nama Era Reformasi yang terlahir
dengan semangat untuk mengembalikan tata negara ini dari
penyelewengan-penyelewengan sebelumnya.
Arah dan tujuan reformasi yang utama adalah untuk menanggulangi
dan menghilangkan dengan cara mengurangi secara bertahap dan terus-menerus
krisis yang berkepanjangan di segala bidang kehidupan, serta menata kembali ke
arah kondisi yang lebih baik atas system ketatanegaraan Republik Indonesia yang
telah hancur, menuju Indonesia baru. Pada masa sekarang arah tujuan reformasi
kini tidak jelas juntrungnya walaupun secara birokratis, rezim orde baru telah
tumbang namun, mentalitas orde baru masih nampak disana-sini. Sedangkan
pancasila adalah sebagai ideologi bangsa Indonesia yang merupakan hasil dari
penggabungan dari nilai-nilai luhur yang berasal dari akar budaya masyarakat
Indonesia. Sebagai sebuah ideologi politik, Pancasila bisa bertahan dalam
menghadapi perubahan masyarakat, tetapi bisa pula pudar dan ditinggalkan oleh
pendukungnya. Hal itu tergantung pada daya tahan ideologi tersebut. Ideologi
akan mampu bertahan dalam menghadapi perubahan masyarakat bila mempunyai tiga
dimensi. Ketiga dimensi antara lain sebagai berikut meliputi :
1)
Idealisme, yaitu kadar atau kualitas idealisme yang terkandung di dalam
ideologi atau nilai- nilai dasarnya. Kualitas itu menentukan kemampuan ideologi
dalam memberikan harapan kepada berbagai masyarakat untuk mempunyai atau
membina kehidupan bersama secara lebih baik dan untuk membangun suatu masa
depan yang lebih cerah.
2)
Realita, menunjuk pada kemampuna ideologi untuk mencerminkan realita yang hidup
dalam masyarakat dimana ia muncul untuk pertama kalinya, paling kurang realita
pada saat awal kelahirannya.
3)
Fleksibilitas, yaitu kemampuan ideologi dalam mempengaruhi dan sekaligus
menyesuaikan diri dengan pertumbuhan atau perkembangan masyarakatnya.
Mempengaruhi berarti ikut mewarnai proses perkembangan. Sedangkan Menyesuaikan
diri berarti bahwa masyarakat berhasil menemukan tafsiran-tafsiran terhadap
nilai-nilai dasar dari ideologi sesuai dengan realita-realita baru yang muncul
dan mereka hadapi.
Maka dari itu pancasila sebagai ideologi haruslah mempunyai
dimensibilitas agar substansi-substansi pokok yang dikandungnya tidak lekang
dimakan waktu. Pada masa reformasi yang dimulai dari tahun 1998 hingga masa
sekarang, orang-orang mulai menanyakan revelansi dari pancasila untuk menjawab
segala tantangan zaman terlebih lagi di era globalisasi seperti sekarang ini.
Maka Pancaila menurut saya mutlak masih diperlukan.
Reformasi bergulir di
Indonesia dengan di motori oleh mahasiswa dan tokoh-tokoh bangsa ini yang
merasa bahwa krisis yang melanda negara ini di awali dari krisis ekonomi
ternyata telah membawa kita pada krisis yang lebih besar seperti krisis
politik, kepemimpinan dan akhirnya pada suksesi atau pergantian kepemimpinan
secara nasional. Tentu telah banyak korban yang berguguran dalam proses
reformasi tersebut semisal contoh mahasiswa trisakti yang menjadi korban dalam
tragedi semanggi I-II, kerusuhan masa yang anakis dan rutal dengan melakukan
penjarahan, pemerkosaan, pengerusakan fasilitas-fasilitas umum di Jakarta,
solo, Medan, dan kota-kota lain di Indonesia. Semangat dan jiwa reformasi yang
digulirkan menjadi kacau dan tidak tentu arah dan justru malah menodai nilai
dan tujuannya sendiri. Tentu ini menjadi tanda tanya besar ketika semangat
untuk meluruskan dan mengembalikan tatanan negara ini menjadi lebih baik justru
di lapangan justru kita temui hal yang kontraproduktif.
Salah satu tujuan reformasi dibidang
politik dan hukum adalah mengembalikan UUD 1945 dan pancasila sebagai falsafah
dasar kehidupan bangsa dan negara. Kita dapat mengetahui dengan seksama bahwa
dalam pelaksanaan UUD 1945 dan pancasila dalam masa orma dan orba terjadi
deviasia/ penyimpangan oleh oknum-oknum penyelenggara pemerintah. Sehingga
dalam pelaksanaan berpolitik dan berpemerintahan hanya menjadi senjata dan
dalil pembenaran dari semua tujuan penguasa untuk melanggengkan dan menikmati
kekuasaan sehingga muncul pemerintahan yang lalu seperti otoliter obsolud,
terpimpin dan kolusi untuk korupsi dan nepotisme dalam kekuasaan.
Ini tentu tidak mudah
untuk membuat sebuah latar balik dan mengembalikan semangat seperti awalnya
memerdekaan bangsa ini. Kekuasaan penuh dan perilaku birokrasi yang sistematis
membuat apa yang mereka lakukan seolah selalu benar dan tidak ada penyimpangan
dari nilai dan norma yang terkandung dalam pancasila. Butuh waktu dan sebuah
generasi yang solid untuk dapat menempatkan kembali roh dan semangat
pancasilaisme terutama pada generasi yang sekarang ini. Lebih lagi jumlah
materi dan pedoman tentang pancasila sudah sangat jauh terkurang baik
dimasyarakat umum maupun lembaga – lembaga pendidikan yang sebenarnya mempunyai
peranan penting dan vital dalam menanamkan doktrin ideologi pancasila serta
nilai – nilai yang terkandung untuk dapat di amalkan dalam kehidupan sehari –
hari.
Dulu setiap sekolah
dan kelompok organisasi selalu di wajibkan untuk mengikuti Penataran
Pelaksanaan Pengamalan Pancasila ( P4) dari tingkat sekolah dasar sampai
perguruan tinggi, dari kelompok karang Taruna Desa sampai Pejabat negara.
Secara lahirlah ini perlu ditingkatkan dan memang itu semua sebagai cara
memberikan pendoktrinisasi anak bangsa untuk lebih mengerti dalam melaksanakan
pancasila. Hanya saja satu materi dan doktrinisasi yang harus dibuat lagi
seperti yang dulu yang hanya untuk tujuan dan kapentingan penguasa negara
dengan single mayority atau stabilitas nasional dalam arti semu.
Satu kata kunci yang
sekarang menjadi asing sudah luntur dari kita sebagai bangsa adalah pancasila
sebagai ideologi NKRI. Dapat kita ketahui bersama dari uraian dan penjabaran
Pancasila dalam strategi Politik Nasional, Ali Murtopo. CSIS, 1947 Hal 173
dapat kita ambil garis besar sebagai berikut :
1. Sila pertama,
Ketuhanan Yang Maha Esa mengandung pengertian bahwa negara adalah berdasar dan
percaya pada tuhan yang maha esa dengan kewajiban setiap warganya mengkui
adanya Tuhan.
2. Sila kedua,
Kemanusian Yang Adil dan Beradab, mengandung pengertian dan pengakuan akan
penghargaan terhadap sesama manusia lepas dari asal usul, keyakinan, ras, serta
pandangan politik adalah sama.
3. Sila ketiga,
Persatuan Indonesia, mengandung arti sesuai dengan pernyataan kemerdekaan angsa
di maknakan sebagai pengertian kesatuan dan bangs ini adalah satu dengan
mengatasi paham perseorangan dan golongan dalam satu NKRI.
4. Sila keempat,
Kerakyatan yang Dipimpin olah Hikmah Kebijaksanaan dalam Permusyawaratan /
Perwakilan, mengandung arti bahwa demokrasi bangsa Indonesia bukan Demokrasi
bangsa indonesia bukan demokrasi yang menitikberatkan pada kepentingan
individu, namun pada pelaksanaan demokrasi pancasila yang mengikutsertakan
semua golongan dengan jalan musyawarah untuk mufakat.
5. Sila kelima,
Keadilan Sosial bagi Seluruh Rakyat Indonesia, mengandung arti bahwa golongan
kemasyarakatan harus disusun sedemikian rupa sehingga tidak ada golongan yang
menekan golongan lain dan mendapat perlakuan yangadildalam bekerja, hidup
tertib, tentram dan layak.
6. Bila kita bangga
sebagai bangsa Indonesia yang mempunyai jati diri sebagai angsa maka kita harus
pada nilai – nilai dasar yang harus kita pegang teguh bersama. Terlebih lagi
pada saat ini kita hidup di jaman reformasi yang seharusnya justru kita
mengembalikan nilai – nilai dasar negara kita. Nilai – nilai dasar tersebut
adalah :
a. Pancasila sebagai
landasan dan falsafah hidup bangsa yang tumbuh dari dasar bumi indonesia. Tidak
ada yang keliru dari pancasila yang di dalamnya termuat lima nilai dasar
universal yaitu: believe in god, nationalisme, internasionalisme, democracy,
and social justice. Kelima dasar ini harus menjadi paradigma baru yang ada
dalam ruh hati yang paling dalam serta jangan pernah hilang kapan pun,
dimanapun, dan bagaiamanapun.
b. Tujuan NKRI, bagai
sebuah kapal tentu negara ini punya tujuan yang tidak boleh digoyah dan wajib
untuk tetap diamankan sebagaimana dapat kita lihat dalam pembukaan UUD 45 yaitu
melindungi segenap bangsa indonesia dan seluruh tumpah darah indonesia,
memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidu[pan bangsa dan ikut
melaksanakan ketertibn dunia berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan
keadilan social.
c. Bineka tunggal ika, adalah semangat
untuk menakomodasi peredaan dan kemajemukan bangsa tetap dalam kerangka NKRI
dan justru sebagai sebuah khasanah serta aset nasional memperkukuh integrasi
bangsa.
d. Reformasi, semangat untuk tetap
mereformasi dengan sifat untuk menyempurnakan dari kekurangan bangsa serta
dengan konsep, agenda yang jelas didukung kerja keras semua komponen bangsa
untuk memajukan dan memberikan sumbangsih serta semangat untuk rela berkorban
demi bangsa ini.
e. Ada sebuah seni yang sederhana dalam
kita memulai semangat pengamalan nilai-nilai
pancasila yakni tiga M seperti :
1.
mulai dari diri sendiri, adalah mimpi bisa mengubah apapun dengan baik tanpa
diawali perubahan pada diri kita sendiri, memperbaiki diri sendiri berarti
memulai segalanya.
2. mulai dari hal kecil-kecil, tidak
ada prestasi yang besar kecuali rangkaian prestasi
kecil yang mudah dan dapat kita
laksanakan dengan niat dan jalan yang baik.
3.
mulai sekarang juga, janganlah menunda pekerjaaan yang bisa kita lakukan
sekarang karena terlambat dalam kita menjalankan tugas hanya berakibat menambah
persoalan semakin banyak saja.
Pancasila sebagai Paradigma Reformasi
Negara Indonesia ingin mengadakan suatu perubahan, yaitu
menata kembali kehidupan berbangsa dan bernegara demi terwujudnya masyarakat
madani yang sejahtera, masyarakat yang bermartabat kemanusiaan yang menghargai
hak-hak asasi manusia, masyarakat yang demokratis yang bermoral religius serta
masyarakat yang bermoral kemanusiaan dan beradab.
Pada hakikatnya reformasi adalah mengembalikan tatanan
kenegaraan kearah sumber nilai yang merupakan platform kehidupan bersama bangsa
Indonesia, yang selama ini diselewengkan demi kekuasaan sekelompok orang, baik
pada masa orde lama maupun orde baru. Proses reformasi walaupun dalam lingkup
pengertian reformasi total harus memiliki platform dan sumber nilai yang jelas
dan merupakan arah, tujuan, serta cita-cita yaitu nilai-nilai yang terkandung
dalam Pancasila. Reformasi itu harus memiliki tujuan, dasar, cita-cita serta
platform yang jelas dan bagi bangsa Indonesia nilai-nilai Pancasila itulah yang
merupakan paradigma reformasi total tersebut
1. Gerakan Reformasi
Pelaksanaan GBHN 1998 pada Pembangunan Jangka Panjang II
Pelita ke tujuh bangsa Indonesia menghadapi bencana hebat, yaitu dampak krisis
ekonomi Asia terutama Asia Tenggara sehingga menyebabkan stabilitas politik
menjadi goyah.
Sistem politik dikembangkan kearah
sistem “Birokratik Otoritarian” dan suatu sistem
“Korporatik”. Sistem ini ditandai
dengan konsentrasi kekuasaan dan partisipasi didalam
pembuatan
keputusan-keputusan nasional yang berada hampir seluruhnya pada tangan penguasa
negara, kelompok militer, kelompok cerdik cendikiawan dan kelompok pengusaha
oligopolistik dan bekerjasama dengan mayarakat bisnis internasional.
Awal keberhasilan gerakan reformasi tersebut ditandai dengan
mundurnya Presiden Soeharto pada tanggal 21 Mei 1998, yang kemudian disusul
dengan dilantiknya Wakil Presiden Prof. Dr. B.J. Habibie menggantikan kedudukan
Presiden. Kemudian diikuti dengan pembentukan Kabinet Reformasi Pembangunan.
Pemerintahan Habibie inilah yang merupakan pemerintahan transisi yang akan
mengantarkan rakyat Indonesia untuk melakukan reformasi secara menyeluruh, terutama
perubahan paket UU politik tahun 1985, kemudian diikuti dengan reformasi
ekonomi yang menyangkut perlindungan hukum. Yang lebih mendasar reformasi
dilakukan pada kelembagaan tinggi dan tertinggi negara yaitu pada susunan DPR
dan MPR, yang dengan sendirinya harus dilakukan melalui Pemilu secepatnya.
a. Gerakan Reformasi dan Ideologi
Pancasila
Arti Reformasi secara etimologis berasal dari katar efor m
ation dengan akar katar eform yang artinya “make or become better by removing
or putting right what is bad or wrong”. Secara harfiah reformasi memiliki arti
suatu gerakan untuk memformat ulang, menata ulang atau menata kembali hal-hal
yang menyimpang untuk dikembalikan pada format atau bentuk semula sesuai dengan
nilai-nilai ideal yang dicita-citakan rakyat. Oleh karena itu suatu gerakan
reformasi memiliki kondisi syarat-syarat sebagai berikut :
1. Suatu gerakan reformasi dilakukan
karena adanya suatu penyimpanganpenyimpangan.
Misalnya pada masa orde baru, asas
kekeluargaan menjadi nepotisme, kolusi, dan korupsi yang
tidak sesuai dengan makna dan semangat
UUD 1945.
2.
Suatu gerakan reformasi dilakukan harus dengan suatu cita-cita yang jelas
(landasan ideologis)
tertentu. Dalam hal ini Pancasila sebagai ideology bangsa dan negara Indonesia.
3. Suatu gerakan reformasi dilakukan dengan berdasarkan pada suatu kerangka struktural tertentu
(dalam hal ini UUD) sebagai kerangka acuan reformasi.
tertentu. Dalam hal ini Pancasila sebagai ideology bangsa dan negara Indonesia.
3. Suatu gerakan reformasi dilakukan dengan berdasarkan pada suatu kerangka struktural tertentu
(dalam hal ini UUD) sebagai kerangka acuan reformasi.
4. Reformasi dilakukan ke arah suatu
perubahan kondisi serta keadaan yang lebih baik dalam
segala aspek antara lain bidang
politik, ekonomi, sosial, budaya, serta kehidupan keagamaan.
5. Reformasi dilakukan dengan suatu
dasar moral dan etika sebagai manusia yang berketuhanan
yang maha esa, serta terjaminnya
persatuan dan kesatuan bangsa.
b. Pancasila sebagai Dasar Cita-cita
Reformasi
Menurut Hamengkubuwono X, gerakan reformasi harus tetap
diletakkan dalam kerangka perspektif Pancasila sebagai landasan cita-cita dan
ideology sebab tanpa adanya suatu dasar nilai yang jelas maka suatu reformasi
akan mengarah pada suatu disintegrasi, anarkisme,brutalisme pada akhirnya
menuju pada kehancuran bangsa dan negara Indonesia. Maka reformasi dalam
perspektif
Pancasila pada hakikatnya harus berdasarkan pada nilai-nilai Ketuhanan Yang
Maha Esa, Kemanusiaan yang adil dan beradab, Persatuan Indonesia, Berkerakyatan
yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan serta
berkeadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
Pancasila sebagai sumber nilai memiliki sifat yang
reformatif artinya memiliki aspek pelaksanaan yang senantiasa mampu
menyesuaikan dengan dinamika aspirasi rakyat. Dalam mengantisipasi perkembangan
jaman yaitu dengan jalan menata kembali kebijaksanaan- kebijaksanaan yang tidak
sesuai dengan aspirasi rakyat.
2.
Pancasila sebagai Paradigma Reformasi Hukum
Setelah peristiwa 21 Mei 1998 saat runtuhnya kekuasaan orde
baru, salah satu subsistem yang mengalami kerusakan parah adalah bidang hukum.
Produk hukum baik materi maupun penegaknya dirasakan semakin menjauh dari
nilai-nilai kemanusiaan, kerakyatan serta keadilan.
Kerusakan atas subsistem hukum yang sangat menentukan dalam
berbagai bidang misalnya, politik, ekonomi dan bidang lainnya maka bangsa
Indonesia ingin melakukan suatu reformasi, menata kembali subsistem yang
mengalami kerusakan tersebut.
Pancasila sebagai Sumber Nilai
Perubahan Hukum
Dalam negara terdapat suatu dasar fundamental atau pokok
kaidah yang merupakan sumber hukum positif yang dalam ilmu hukum tata negara
disebutstaatsfundamental, di Indonesia tidak lain adalah Pancasila.
Hukum berfungsi sebagai pelayanan kebutuhan masyarakat, maka
hukum harus selalu diperbarui agar aktual atau sesuai dengan keadaan serta
kebutuhan masyarakat yang dilayani dan dalam pembaruan hukum yang terusmenerus
tersebut Pancasila harus tetap sebagai kerangka berpikir, sumber norma, dan
sumber nilai.
Sebagai cita-cita hukum, Pancasila
dapat memenuhi fungsikonstitutif maupun fungsi
regulatif. Dengan fungsi regulatif
Pancasila menentukan dasar suatu tata hukum yang memberi
arti
dan makna bagi hukum itu sendiri sehingga tanpa dasar yang diberikan oleh
Pancasila maka hukum akan kehilangan arti dan maknanya sebagai hukum itu
sendiri. Fungsi regulative Pancasila menentukan apakah suatu hukum positif
sebagai produk yang adil ataukah tidak adil. Sebagaistaatfundamentalnorm,
Pancasila merupakan pangkal tolak derivasi (sumber penjabaran) dari tertib
hukum di Indonesia termasuk UUD 1945. Dalam pengertian inilah menurut istilah
ilmu hukum disebut sebagai sumber dari segala peraturan perundang-undangan di
Indonesia.
Sumber hukum meliputi dua macam pengertian, sumber hukum
formal yaitu sumber hukum ditinjau dari bentuk dan tata cara penyusunan hukum,
yang mengikat terhadap komunitasnya, misalnya UU, Peraturan Menteri, Peraturan
Daerah. Sumber hukum material yaitu suatu sumber hukum yang menentukan materi
atau isi suatu norma hukum.
Jika terjadi ketidakserasian atau pertentangan satu norma
hukum dengan norma hukum lainnya yang secara hierarkis lebih tinggi apalagi
dengan Pancasila sebagai sumbernya, berarti terjadi inkonstitusionalitas(unconstitutiona
lit y) dan ketidak legalan(illegal ity) dan karenanya norma hokum yang lebih
rendah itu batal demi hukum.
Dengan demikian maka upaya untuk
reformasi hukum akan benar-benar mampu mengantarkan manusia ketingkat harkat
dan martabat yang lebih tinggi sebagai makhluk yang berbudaya dan beradab.
Dasar Yuridis Reformasi Hukum
Reformasi total sering disalah artikan sebagai dapat
melakukan perubahan dalam bidang apapun dengan jalan apapun. Jika demikian maka
kita akan menjadi bangsa yang tidak beradab, tidak berbudaya, masyarakat tanpa
hukum, yang menurutHobbes disebut keadaan“homo
homini lupus”, manusia akan menjadi
serigala manusia lainnya dan hukum yang berlaku adalah
hokum rimba.
UUD 1945 beberapa pasalnya dalam praktek penyelenggaraan
Negara bersifat multi interpretable (penafsiran ganda), dan memberikan porsi
kekuasaan yang sangat besar kepada presiden (executive heavy). Akibatnya
memberikan kontribusi atas terjadinya krisis politik serta mandulnya fungsi
hukum dalam negara RI.
Berdasarkan isi yang terkandung dalam Penjelasan UUD 1945,
Pembukaan UUD 1945 menciptakan pokok-pokok pikiran yang dijabarkan dalam
pasal-pasal UUD 1945 secara normatif. Pokok-pokok pikiran tersebut merupakan
suasana kebatinan dari UUD dan merupakan cita-cita hukum yang menguasai baik
hukum dasar tertulis (UUD 1945) maupun hukum dasar tidak tertulis (Convensi).
Selain itu dasar yuridis Pancasila sebagai paradigma
reformasi hokum adalah Tap MPRS No.XX/MPRS/1966 yang menyatakan bahwa Pancasila
sebagai sumber dari segala sumber hukum di Indonesia, yang berarti sebagai
sumber produk serta proses penegakan hukum yang harus senantiasa bersumber pada
nilai-nilai Pancasila dan secara eksplisit dirinci tata urutan
peraturan perundang-undangan di
Indonesia yang bersumber pada nilai-nilai Pancasila.
Berbagai macam produk peraturan
perundang-undangan yang telah dihasilkan dalam reformasi
hukum antara lain :
- UU No. 2 Tahun 1999 tentang Partai Politik
- UU No. 3 Tahun 1999 tentang Pemilu
- UU No. 4 Tahun 1999 tentang Susunan dan Kedudukan MPR, DPR dan DPRD
- UU No. 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah
- UU No. 2 Tahun 1999 tentang Partai Politik
- UU No. 3 Tahun 1999 tentang Pemilu
- UU No. 4 Tahun 1999 tentang Susunan dan Kedudukan MPR, DPR dan DPRD
- UU No. 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah
- UU No. 25 Tahun 1999 tentang
Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan
Daerah
- UU No. 28 Tahun 1999 tentang
Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas dari
KKN
Pada tingkatan Ketetapan MPR telah
dilakukan reformasi hukum melalui Sidang Istimewa MPR
pada bulan Nopember 1998 yang
menghasilkan ketetapan-ketetapan:
- Tap No. VIII/MPR/1998 tentang Pencabutan Referendum
- Tap No. IX/MPR/1998 tentang GBHN
- Tap No. X/MPR/1998 tentang Pokok-pokok Reformasi Pembangunan
- Tap No. XI/MPR/1998 tentang Negara bebas KKN
- Tap No. XII/MPR/1998 tentang Masa jabatan Presiden
- Tap No. XIV/MPR/1998 tentang Pemilu 1999
- Tap No. XV/MPR/1998 tentang Otonomi Daerah dan Perimbangan Keuangan Pusat dan
Daerah
- Tap No. XVI/MPR/1998 tentang Demokrasi Ekonomi
- Tap No. XVII/MPR.1998 tentang Hak asasi Manusia
- Tap No. XVIII/MPR/1998 tentang Pencabutan P4.
- Tap No. VIII/MPR/1998 tentang Pencabutan Referendum
- Tap No. IX/MPR/1998 tentang GBHN
- Tap No. X/MPR/1998 tentang Pokok-pokok Reformasi Pembangunan
- Tap No. XI/MPR/1998 tentang Negara bebas KKN
- Tap No. XII/MPR/1998 tentang Masa jabatan Presiden
- Tap No. XIV/MPR/1998 tentang Pemilu 1999
- Tap No. XV/MPR/1998 tentang Otonomi Daerah dan Perimbangan Keuangan Pusat dan
Daerah
- Tap No. XVI/MPR/1998 tentang Demokrasi Ekonomi
- Tap No. XVII/MPR.1998 tentang Hak asasi Manusia
- Tap No. XVIII/MPR/1998 tentang Pencabutan P4.
Pancasila sebagai Paradigma Reformasi
Pelaksanaan Hukum
Dalam era reformasi pelaksanaan hukum harus didasarkan pada
suatu nilai sebagai landasan operasionalnya. Reformasi pada dasarnya untuk
mengembalikan hakikat dan fungsi negara pada tujuan semula yaitu melindungi
seluruh bangsa dan seluruh tumpah darah Indonesia. Negara pada hakikatnya
secara formal harus melindungi hak-hak warganya terutama hak kodrat sebagai
suatu hak asasi yang merupakan karunia Tuhan YME. Oleh karena itu pelanggaran
terhadap hak asasi manusia adalah sebagai pengingkaran terhadap dasar filosofis
negara misalnya pembungkaman demokrasi, penculikan, pembatasan berpendapat
berserikat, berunjuk rasa dan lain sebagainya.
Pelaksanaan hukum pada masa reformasi harus benar-benar
dapat mewujudkan negara demokrasi dengan suatu supremasi hukum. Artinya pelaksanaan
hukum harus mampu mewujudkan jaminan atas terwujudnya keadilan (sila V) dalam
suatu negara yaitu keseimbangan antara hak dan kewajiban bagi setiap warga
negara tidak memandang pangkat, jabatan,
golongan, etnisitas maupun agama.
Setiap warga negara bersamaan kedudukannya di muka
hukum dan pemerintah (pasal 27 UUD
1945). Jaminan atas terwujudnya keadilan bagi setiap
warga
negara dalam hidup bersama dalam suatu negara yang meliputi seluruh unsur
keadilan baik keadilan distributif, keadilan komulatif, serta keadilan legal.
Konsekuensinya dalam pelaksanaan hukum aparat penegak hukum terutama pihak
kejaksaan adalah sebagai ujung
tombaknya sehingga harus benar-benar
bersih dari praktek KKN.
3.Pancasila sebagai Paradigma Reformasi
Politik
Arus reformasi yang terjadi di Indonesia telah membawa
cakrawala baru dalam sistem politik dan pemerintahan di Indonesia yang
cenderung bersifat stagnan. Oleh karena itu, perubahan yang terjadi dipandang
sebagai suatu langkah baru menuju terciptanya Indonesia baru di masa depan
dengan dasar - dasar efisiensi dan demokratisasi dalam penyelenggaraan
pemerintahan. Secara internal, tuntutan reformasi muncul akibat terjadinya
peningkatan berbagai aspek kehidupan masyarakat yang ditandai oleh meningkatnya
tingkat pendidikan masyarakat, terbukanya berbagai isolasi serta akses
informasi yang mudah diperoleh. Kondisi ini telah menyebabkan masyarakat
semakin kritis dalam mencermati pengelolaan kekuasaan Negara yang dianggap
telah menyimpang.
Landasan aksiologis (sumber nilai) sistem politik Indonesia
adalah dalam Pembukaan UUD 1945 alinea IV yang berbunyi “……maka disusunlah
kemerdekaan kebangsaan Indonesia itu dalam suatu Undang-undang Dasar Negara
Indonesia, yang terbentuk dalam suatu susunan Negara Republik Indonesia yang
Berkedaulatan Rakyat dengan berdasar kepada Ketuhanan yang Maha Esa,
Kemanusiaan yang Adil dan Beradab, Persatuan Indonesia dan Kerakyatan yang
Dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan, serta
dengan mewujudkan suatu Keadilan social bagi seluruh rakyat Indonesia”.
Jika dikaitkan dengan makna alinea II tentang cita-cita
negara dan kemerdekaan yaitu demokrasi (bebas, bersatu, berdaulat, adil dan
makmur). Dasar politik ini menunjukkan kepada kita bahwa bentuk dan bangunan
kehidupan masyarakat yang bersatu (sila III), demokrasi (sila IV), berkeadilan
dan berkemakmuran (sila V) serta negara yang memiliki dasar-dasar moral
ketuhanan
dan kemanusiaan. Nilai demokrasi politik sebagaimana terkandung dalam Pancasila
sebagai fondasi bangunan negara yang dikehendaki oleh para pendiri negara kita
dalam kenyataannya tidak dilaksanakan berdasarkan suasana kerokhanian
berdasarkan nilai-nilai tersebut. Berdasarkan semangat dari UUD 1945 esensi
demokrasi adalah :
1. Rakyat merupakan
pemegang kedaulatan tertinggi dalam negara.
2. Kedaulatan rakyat dijalankan
sepenuhnya oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat.
3. Presiden dan wakil presiden dipilih
oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat dan karenanya
harus tunduk dan bertanggungjawab
kepada MPR.
4.
Produk hukum apapun yang dihasilkan oleh Presiden, baik sendiri maupun
bersama-sama lembaga lain kekuatannya berada di bawah Majelis Permusyawatan
Rakyat atau produk- produknya.
Prinsip-prinsip
demokrasi tersebut bilamana kita kembalikan pada nilai esensial yang terkandung
dalam Pancasila maka kedaulatan tertinggi Negara adalah di tangan rakyat.
Rakyat adalah asal mula kekuasaan negara, oleh karena itu paradigma ini harus
merupakan dasar pijakan dalam reformasi. Reformasi kehidupan politik juga
dilakukan dengan meletakkan cita-cita
kehidupan
kenegaraan dan kebangsaan dalam suatu kesatuan waktu yaitu nilai masa lalu,
masa kini dan kehidupan masa yang akan datang. Atas dasar inilah maka
pertimbangan realistik sebagai unsur yang sangat penting yaitu dinamika
kehidupan masyarakat, aspirasi serta tuntutan masyarakat yang senantiasa
berkembang untuk menjamin tumbuh berkembangnya demokrasi di Negara Indonesia.
karena faktor penting demokrasi dalam suatu negara adalah partisipasi dari
seluruh warganya. Dengan sendirinya kesemuanya ini harus diletakkan dalam
kerangka nilai- nilai yang dimiliki oleh masyarakat itu sendiri sebagai
filsafat hidupnya yaitu nilai-nilai Pancasila.
4. Pancasila sebagai Paradigma
Reformasi Ekonomi
Kebijaksanaan
yang selama ini diterapkan hanya mendasarkan pada pertumbuhan dan mengabaikan
prinsip nilai kesejahteraan bersama seluruh bangsa, dalam kenyataannya hanya
menyentuh kesejahteraan sekelompok kecil orang bahkan penguasa. Pada era
ekonomi global dewasa ini dalam kenyataannya tidak mampu bertahan. Krisis
ekonomi yang terjadi di dunia dan melanda Indonesia mengakibatkan ekonomi
Indonesia terpuruk, sehingga kepailitan yang diderita oleh para pengusaha harus
ditanggung oleh rakyat.
Dalam
kenyataannya sektor ekonomi yang justru mampu bertahan pada masa krisis dewasa
ini adalah ekonomi kerakyatan, yaitu ekonomi yang berbasis pada usaha rakyat.
Oleh karena itu subsidi yang luar biasa banyaknya pada kebijaksanaan masa orde
baru hanya dinikmati oleh sebagian kecil orang yaitu sekelompok konglomerat,
sedangkan bilamana mengalami kebangkrutan seperti saat ini rakyatlah yang
banyak dirugikan. Oleh karena itu
rekapitalisasi pengusaha pada masa
krisis dewasa ini sama halnya dengan rakyat banyak
membantu pengusaha yang sedang
terpuruk.
Langkah
yang strategis dalam upaya melakukan reformasi ekonomi yang berbasis pada
ekonomi rakyat yang berdasarkan nilai-nilai Pancasila yang mengutamakan
kesejahteraan seluruh bangsa adalah sebagai berikut :
1. Keamanan pangan dan mengembalikan
kepercayaan, yaitu dilakukan dengan program
“social safety net” yang popular dengan
program Jaring Pengaman Sosial (JPS).
Sementara
untuk mengembalikan kepercayaan rakyat terhadap pemerintah, maka pemerintah
harus secara konsisten menghapuskan KKN, serta mengadili bagi oknum pemerintah
masa orde baru yang melakukan pelanggaran. Hal ini akan memberikan kepercayaan
dan kepastian usaha.
2.
Program rehabilitasi dan pemulihan ekonomi. Upaya ini dilakukan dengan
menciptakan kondisi kepastian usaha, yaitu dengan diwujudkan perlindungan hukum
serta undang-undang persaingan yang sehat. Untuk itu pembenahan dan penyehatan
dalam sektor perbankan menjadi prioritas utama, karena perbankan merupakan
jantung perekonomian.
3.
Transformasi struktur, yaitu guna memperkuat ekonomi rakyat maka perlu
diciptakan sistem untuk mendorong percepatan perubahan structural (structural
transformation). Transformasi struktural ini meliputi proses perubahan dari
ekonomi tradisional ke ekonomi modern, dari ekonomi lemah ke ekonomi yang
tangguh, dari ekonomi subsistem ke ekonomi pasar, dari ketergantungan kepada
kemandirian, dari orientasi dalam negeri ke orientasi ekspor.
Dengan
sendirinya intervensi birokrat pemerintahan yang ikut dalam proses ekonomi
melalui monopoli demi kepentingan pribadi harus segera diakhiri. Dengan sistem
ekonomi yang mendasarkan nilai pada upaya terwujudnya kesejahteraan seluruh
bangsa maka peningkatan kesejahteraan akan dirasakan oleh sebagian besar
rakyat, sehingga dapat mengurangi kesenjangan ekonomi.
Komentar
Posting Komentar